MAKALAH
MANAJEMEN
ORGANISASI DAKWAH ISLAM
Dosen Pembimbing : Drs. Miftahuddin M.Si
Oleh :
Naharudin
Sekolah Tinggi
Agama Islam Luqman Al-Hakim
Surabaya
2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala puyi hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan kami
hidayah sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini. Semoga kehadiran makalah
ini membantu semua pihak dalam meyelesaikan tugas-tugasnya dan semoga kehadiran
makalah ini mengundang datangnya rahmat Allah SWT.
Sholawat dan salam tetap terlimpahkan kepada sang revolusioner
sejati yakni nabi Muhammad SAW, yang telah merombak seluruh tatanan kejahiliaan
menjedi tatanan yang penuh rahmat.
Ucapan terimakasih banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu
kami menyelesaikan makalah yang bejudul “Manajemen Organisasi Dakwah Islam”,
terutama kepada dosen pengampu dan kedua orang tua kami yang tiap harinya
mengirimkan doa.
Kami sadari dalam penyusunaan makalah ini masi banyak masalah dan
kekurangan dari berbagai sisi, olehnya itu kami meminta saran dan keritik yang
sifatnya membangun, agar makalah ini biasa sempurna sesuai yang diinginkan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara klasik manajemen muncul
ribuan tahun lalu ketika manusia sudah melakukan sebuah pengorganisasian yang
diarahkan kepada orang orang yang bertanggung jawab atas perencanaan, pemimpin
dan pengendalian kegiatan manusia. Manajemen klasis dimulai sejak zaman
prasejarah dan berkembang bersamaan dengan perkembangan manusia. Hal ini didasarkan
pada zaman manusia mesopotomia yaitu masyarakat yang menggunakan uang sebagai
alat pembayaran. Pada waktu itu mata uang logom digunakan sebagai alat tukar
menukar dalm mengatur perdagangan.
Sedangkan dalam prinsip manajemen organisasi
dakwah islam, dalam sejarah perkembangannya manajemen dipengarui oleh agama,
tradisi, adat istiadat dan sosial budaya. Maka islam dalam memandang manajemen
berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia memiliki potensi positif yang
dilukiskan dengan istilah hanif. Sebagaimana telah dijelaskan dlam Hadist Qudsi
yang artinya;” sesungguhnya telah kuciptakan hamba-hambaku berwatak hanif,
kemudian setan datang kepada mereka, maka disesatkan mereka dari agama mereka”.
Dalam Hadis Qudsi diterangkan bahwa,
jika manusia melakukan perbuatan yang jelek, maka hali itu merupakan pengaruh
dari dirinya sendiri yang datang dari luar dirinya, sebab dirinya tak mampu
menhasilkan sesuatu yang jelek. Sedangkan dalam watak hanif ini akan mengiringi
manusia pada sifat dasrnya yaitu cenderung untuk memilih yang baik dan benar
dalam kehidupannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Manajemen dan Manajemen dakwah
a. Pengertian
Manajemen
Pengertian
manajemen, secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa inggris, management,
yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan. Artinya manajemen
adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oeh individu atau kelompok dalam
upaya-upaya koordinasi dalam mencapai suatu tujuan.
Dalam bahasa Arab istilah manajemen diartikan sebagai an-nizam
atau at-tanzim, yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala sesuatu
dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya.[1]
Dr. Buchari Zainun: “Manajemen adalah penggunaan efektif daripada
sumber-sumber tenaga manusia serta bahan-bahan material lainnya dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan itu.”
Prof. Oey Liang Lee: “Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan mengontrolan dari human and
natural resources.”[2]
b.
Pengertian Manajemen Dakwah
Dari
definisi manajemen tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengertian manajemen dakwah
yaitu sebagai pproses perencanaan tugas, mengelompokan tugas, menghimpun dan
menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian
menggerakan ke arah tujuan dakwah.[3]
Inilah yangmerupakan inti dari manajemen dakwah, yaitu sebuah
pengaturan secara sistematik dan koordinatif dalam kegiatan atau aktifitas
dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah.
Ø Ruang Lingkup Manajemen Dakwah
a.
Keberadaan
seorang da’I, baik yang terjun secara langsung maupun tidak langsung, dalam
pengertian eksistensi da’I yang bergerak di bidang dakwah itu sendiri.
b.
Materi
merupakan isi yang akan disampaikan kepada mad’u, pada tataran ini materi harus
bisa memenuhi atau yang dibutuhkan oleh mad’u, sehingga akan mancapai sasaran
dakwah itu sendiri, dan
c.
Mad’u kegiatan
dakwah harus jelas sasarannya, dalam artian ada objek yang akan didakwahi.
d.
Media yang
berarti sarana yang dapat dimanfaatkan untuk berdakwah.[4]
2. Organisasi Dakwah Islam
Secara umum organisasi atau institusi dapat dikelompokan ke dalam dua
bagian besar, yaitu organisasi formal dan organisasi nonformal.[5]
Organisasi formal ialah sebuah organisasi yang
strukturasinya, eksistensi formal atau statusnya diakui baik oleh kalangan luar
maupun kalangan dalam.
Organisasi nonformal ialah organisasi atau ikatan jama’ah
yang mempunyai ciri-ciri: (1) ikatan anggota dengan organisasi bersifat tidak
formal. Ikatan ini hanya karena ide atau kegiatan saja, (2) kepemimpinannya
bersifat fungsional, (3) jama’ahnya bersifat terbuka, heterogen, dan
nonafiliatif.
Adanya organisasi yang baik dan militan yang mendukung
dakwah Islamiyah adalah suatu keharusan mutlak karena tanpa adanya organisasi
yang demikian, dakwah Islamiyah tidak dapat berjalan dengan baik, bahkan
kemungkinan besar akan mandek sama sekali. Berdasarkan jalan ini maka
ada pendapat yang menyatakan bahwa tugas pendukungan terhadap dakwah Islamiyah
itu terletak di atas pundak Daulah Islamiyah.
Sebagaimana pada masa Khulafaurrasyidin, organisasi
negara yang mendukung dakwah Islamiiyah telah dibina lebih sempurna, telah
dijadikan sebagai suatu nizham yang mempunyai alat-alat perlengkapan dan
lembaga-lembaga menurut ukuran zamannya telah cukup baik.[6]
3.
Kepimimpinan Manajemen Organisasi Dakwah
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi prilaku orang lain agar mereka mau di arahkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga apa yang menjadi ajakan dan
seruan pemimpin dapat di laksanakan orng lain guna mencapai tujuan yang menjadi
kesepakatan antara pemimpin dengan rakyat.
Jika
kepemimpinan atau leadership diartikan suatu proses untuk mempengaruhi tindakan
kelompok yang terorganisir untuk mencapai tujuan penyelesain, demikian juga
sebagai pengaruh organisasi atau orang-orang di bawah-nya agar mereka para
pengikut menerima dengan kemauannya untuk di arahkan dan diawasi oleh pemimpin
tersebut. Dengan demikian, dapat di katakanbahwa kepemimpinan dakwa adalah
tenaga-tenaga profesional dimana mereka yang mempunyai cirri-ciri atau
nilai-nilai pribadi pemimpin dan keahlian kepemimpinan.
Seorang
pemimpin harus memiliki nilai-nilai kepemimpinan dan kemauan serta keahlian manajemen. Adpun sifat, cirri
atau nila-nilai pribadi yang hendaknya dimiliki oleh pemimpin dawa itu antara
lain adlah sebagai berikut:
·
Berpandangan
jauh ke masa depan.
·
Bersikap
dan bertindak bijaksana.
·
Berpengetahuan
luas.
·
Bersikap
dan bertindak adil.
·
Berpendirian
teguh.
·
Mempunyai
keyakinan bahwa misinya akan berhasil.
·
Berhati
ikhlash.
·
Memiliki
kondisi fisik yang baik dan
·
Mampu
berkomunikasi.
4.
Sejarah Masuknya Islam di Indonesia Melalaui Babak-Babak Yang
Penting.
a. Babak Perdagangan
Islam masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan di perkirakan
abad ke-7 M sampai dengan abad ke-11 M, begitu pula perkembangan Islam. Melalui
para pedagang dari luar Indonesia maupun pedagang Indonesia sendiri, Islam
disebarkan di pelabuhan-pelabuhan sepanjang jalur perdagangan, misalnya di
sekitar selat Malaka, Samudra, Palembang, menyusul Cirebon, Demak, Tuban,
Gresik, Makasar, serta Indonesia Timur.[7]
Agama Islam tersebar pertama kali di
pulau Sumatera kira-kira abad ke-7 M (abad I H).[8] Yang mana disebabkan letak geografinya dan dalam
alur pelayaran serta adanya pelabuhan alam yang menjadi persinggahan para
pedagang, baik untuk memasarkan atau untuk mencari barang dagangan.
Penyebaran agama Islam di Sumatera
secara intensif diperkirakan bersamaan waktunya dengan kemunduran Sriwijaya dan
berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam di Perlak dan Samudera Pasai. Proses
penyebaran agama Islam di daerah Minangkabau pada akhir abad ke-14 dan 15 M
sudah memperoleh pengikut yang amat banyak, sekalipun masih ada hambatan dari
penguasa yang masih beragama Hindu. Agama Islam terus menyebar ke daerah-daerah
lain sampai ke daerah-daerah yang dihuni oleh suku Batak, Daerah ini
di-Indonesiakan oleh orang Aceh. Sedang orang-orang Batak di daerah pesisir
banyak yang masuk Islam karena pengaruh orang-orang suku Melayu.[9]
b. Babak Perkawinan
Penyebaran agama Islam juga ditempuh melalui perkawinan. Cara ini
ditempuh oleh para penyebar sekitar abad ke-11 M sampai dengan abad ke-13 M.
Para pedagang Gujarat, Benggala, Arab, dan sebagainya kawin di Indonesia.
Karena mereka orang-orang kaya dan terhormat maka mereka memperistri
orang-orang terhormat, raja-raja, pejabat-pejabat, dan sebagainya.
Cara ini ternyata cukup strategis,
sebab wanita yang dikawin oleh para penyebar Islam itu di Islamkan terlebih
dahulu, dan ini merupakan modal pada usaha penyebaran Islam. Sekalipun
pendekatan lewat perkawinan ini tidak selalu berhasil, seperti Maulana Ishaq
tidak berhasil mengislamkan raja dan rakyat blambangan, tetapi pada umumnya
usaha ini banyak dipakai oleh para penyebar Islam maupun oleh para pedagang
muslim, dan hasilnya diakui banyak keluarga-keluarga pihak istri yang masuk
Islam dan menjadi tulang punggung usaha penyebaran Islam selanjutnya.
Dalam cerita babad dikenal perkawinan antaara
Sunan Ampel dengan Nyi Gede Manila putri Tumenggung Wilatikta. Sayyid
Abdurrahman seorang muslim Arab kawin dengan Putri Raden Ariya Teja putri Aria
Dikara (Bupati)Tuban, Sunan Gunung Jati kawin dengan Putri Kawunganten serta
Sunan Giri kawin dengan putri Ki Ageng Bungkul penguasa (bangsawan) Majapahit
di Surabaya. Banyak pedagang-pedagang muslim yang kawin dengan anak-anak
bangsawan atau wanita-wanita rakyat biasa. Usaha ini sering juga didukung
dengan keahlian menyembuhkan penyakit , seperti peristiwa Maulana Ishaq sendiri
dan Syekh Nuruddin Ibrahim dari Cirebon.[10]
c.
Babak Akulturasi Budaya
Kurang lebih abad ke-12 M sampai dengan abad ke-14 M, cara
akulturasi budaya ditempuh untuk memberi kesan adanya persesuaian dan agar
masyarakat tidak merasa adanya keterpaksaan dalam memeluk agama Islam. Seperti
cara para Sunan wali songo dalam menyebarkan agama Islam melalui seni wayang,
lagu-lagu, permainan dan lain sebagainya.
Menjelang masuknya Islam di
Indonesia telah ada kebudayaan baru hasil akulturasi antara budaya Indonesia
dan budaya Hindu, yaitu melalui Akulturasi kebudayaan. Setelah islam masuk
dengan nilai-nilai budaya maka terjadi lagi akulturasi kebudayaan Indonesia
dengan kebudayaan Islam. Akhirnya, lahirlah corak kebudayaan baru dalam
kebudayaan Indonesia.
d.
Babak Kerajaan
Pada abad ke-13 M, di pesisir aceh sudah ada pemukiman muslim.
Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim dari Arab, Persia,
dan India memang pertama kali terjadi di daerah ini. Karena itu, proses Islamisasi sudah
berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Dengan demikian, kerajaan Islam
pertama berdiri di Kepulauan Nusantara di Aceh. Kerajaan Samudera Pasai berdiri
pada Abad ke-13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat
muslim di Malaka makin lama makin meluas dan pada awal abad ke-15 M, di daerah
ini lahir Kerajaan Islam yang kedua di Asia Tenggara. Kerajaan ini cepat
berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari
kerajaan Samudra Pasai yang kalah bersaing.[11]
Dapat diketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatera Utara dan
Timur selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat
dan Kerajaan-kerajaan Islam. Sementara di Jawa, proses Islamisasi sudah
berlangsung, sejak Abad ke-11 M, meskipun belum meluas, terbukti dengan
diketemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun
475 Hijriyah.
e. Babak Para Wali Songo
Banyak cerita tradisional mengenai para wali,
yaitu orang yang saleh yang diduga telah menyebarkan agama Islam di Jawa. Dikisahkan kehidupan, mukjizat, dan keyakinan mereka dibidang
mistik Islam dan Teologi. Wali-wali di Jawa kabarnya berpusat di masjid Demak,
masjid yang mereka dirikan bersama. Disitulah mereka agaknya mengadakan
pertemuan untuk bertukar pikiran tentang pengembangan ajaran agama Islam di
Jawa.[12]
Di samping oleh para pedagang
penyebaran agama Islam juga dilakukan oleh para wali atau utusan dengan
melakukan dakwah-dakwah (sekitar awal Abad ke-15 M). Selain para wali memiliki
pengetahaun tentang agama Islam, Ia juga dianggap memiliki pengetahuan tentang
ilmu mujizat (ajaib atau yang dapat menimbulkan keheranan).
Wali yang sembilan adalah dipercayai
oleh orang Jawa sebagai peletak dasar batu pertama ditanah Jawa. Meskipun
pribadi para wali itu sudah di selimuti oleh berbagai dongeng, namun
cerita-cerita dongeng tersebut banyak memberikan pertolongan kepada kita
didalam membuktikan bahwasannya meskipun telah menerima Islam, orang Jawa belum
sampai hati membuang sama sekali sisa-sisa dari pada kepercayaan yang lama.[13]
5. Perencanaan dan Pengorganisasian Dakwah
Perencanaan adalah adalah memutuskan jalan
apakah yang akan diambil untuk memutuskan kegiatan-kegiata.[14] Sedangkan pegorganisasian adalah bagaimana
organisasi mengolompokkan kegiatan-kegiatannya, di mana setiap pengolompokan
diikuti dengan penugasan seorang menejer yang diberi wewenang untuk mengawali
anggota-anggota kelompok.
6.
Pengawasan Dan Pengendalian Dalam Manajemen Organisasi Dakwah
a.
Pengawasan
menurut widardi, adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajemen
dalam upaya memestikan bahwa hasil actual sesuai dengan hasil yang
direncanakan.
b.
Konsep
Dasar Fungsi Pengwasan.
Jika pengwasan adalah bentuk pemeriksaan untuk memastikan, bahwa
apa yang suda dikerjakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka
pengawasan juga dimaksudkan untuk membuat sang manajer waspada terhadap sesuatu
persoalan potensial sebelum persoalan itu menjadi serius.
c.
Mempertahankan
Fungsi Pengwasan
Dessler (2004) menegemukakan dua pendekatan dalam mempertahankan
fungsi pengawasan yaitu: system pengawaasan tradisional dan sistem pengawsan
yang berdasarkan komitmen.
7.
Perubahan dan Pengembangan organisasi Dakwah
a.
Perubahan
adalah esensi dari kemajuan. Menjadi maju berarti harus berpindah posisi
semakin kedepan dari posisi semula.
b.
Pengembangan
menurut Drs. Iskandar Wiryakusumo M.Sc, pengembangan adalah upaya pendidikan
baik secara formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, berencana,
terarah, teratur, dan bertanggung jawab.
c. Organisasi dalam bahasa inggris organizing yang berasal dari kata organism.
Organism itu sendiri artinya menciptakan struktur dengan bidang-bidang
atau bagian-bagian yang dihimpun sedemikian rupa, sehingga hubungan kerja
secara keseluruhan terikat antara satu sama lainnya. Jadi organisasi adalah
suatu perkumpulan individu untuk bekerja
sama dengan tujuan
tertentu.[15]
8.
Model-Model pengembangan Organisasi
a.
Pengembangan
kualitas sumber daya dai, meliputi pemberdayaan pola pokir, wawasa, dan
keterampilan yang meliputi; peningkatan wawasan adan pengembangan spiritual.
b. Metode pengembangan kualitras jamaah meliputi;
1.
Pembinaan
dan peningkatan wawasan jamaah dalam pemahaman tentang sikap dan aktivitas
ajaran Islam.
2.
Pembinaan
tentang wawasan jamaah tentang nilai-nilai kebersamaan, persatuan dan kesatuan,
3.
Pembinaan
wawasan mad’u tentang kedudukan fungsi dan tugasnya,
4.
Pembinaan
dan peningkatan kreatifitas mad’u.
c.
Metode
pengembangan materi dakwah dapat dikaiitkan sebagai berikut.
1. Disesuikan dengan kondisi tuhan ummat,
2. Disesuaikan dengan kadar intelektual masyarakat
3. Mencakup ajaran Islam secara kaffah,
4. Merespon dan menyentuh tangan dan kebutuhan asasi dan skunder,
5. Disesuaikan dengan program ummat syariat Islam.
d.
Model
pengembangan media dan metode dakwah
1.
Pegembangan
metode bi al-lissan bi al-amal.
2.
Mempertimbangkan
metode dan media yang sesuai dengan tantangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
3.
Memilih
metode dan media yang relevan,
4.
Membangun
media atau metode cultural dan sturuktua
5.
Mempertimbangkan
dan mengkaji metode pendekatan spiritual, antara lain melalui doa dan sholat,
silaturahmi dan sebagainya.[16]
BAB
III
KESIMPULAN
Pemakalah membuat kesimpulan dengan mengambil firman Allah Swt. Karenas Allah telah memberi petunjuk, bahwa melaksanakan tugas wajib dakwah Islamiyah, sabilillah,
haruslah dengan satu organisasi khusus, harus ada lembaga tersendiri:
Wahai orang-orang yang
beriman. Hendaklah kamu bertakwa benar-benar kepada Allah, dan janganlah kamu
mati kecuali sebagai orang Islam.
Bersatulah kamu sekalian
dalam ikatan tali Allah, jangan bercerai-berai, atau kenangkan nikmat Allah
kepadamu di waktu kamu saling bermusuhan lantas Allah merangkaikan hatimu,
sehingga dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara; di waktu kamu sedang
berada di tepi jurang malapetaka, lantas Allah menyelamatkan kamu. Demikian
caranya Allah menjelaskan ayat-ayatnya, semoga kamu mendapat petunjuk...
Perlu ada di antara kamu
sekelompok umat yang berdakwah kepada kebaikan menyuruh makruh mencegah munkar,
mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Jangan hendaknya kamuu
seperti mereka yang bercerai-berai dan bertingkai pingkai setelah mendapat
penjelasan, dan untuk mereka tersedia azab yang dasyat.
(Surat Ali Imran/3:
102-105)[17]
Ayat-ayat dari surat Ali
Imran mewajibkan umat Islam agar mendirikan jamaah khusus, satu organisasi yang
bertugas di bidang dakwah (ayat 104), dan organisasi itu haruslah berdiri di
atas dua asas pokok; keimanan dan persaudaraan (ayat 102-103), sehingga dengan
dua asas pokok ini jamaah muslimah akan sanggup menunaikan tugas beratnya dalam
kehidupan manusia dan dalam sejarah kemanusiaan; tugas menyuruh makruf dan
mencegah munkar; menegakkan kehidupan di atas dasar makruf dan membersihkan
dari kotoran munkar. Kemudian kepada kaum muslimin yang berkumpul dalam jamaah
itu diperingatkan agar mereka jangan bercerai-berai dan berselang-sengketa
sesamanya (ayat 105), supaya mereka tetap kuat.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an dan terjemahannya, Baitul Mal Hidayatullah (BMH) dan Yayasan
Al-Qur’an suara Hidayatullah (2012)
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam, (Jakarta:
Mizan 2002)
Dawan Raharjo, Model
Pembangunan Qaryah Thayyibah Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan (1997:
38-39)--- dikutip oleh Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Ilmu Dakwah
(Jakarta: Amzah, 2009)
Hasymi, Dustur Da’wah
Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang)
H.J. De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama
Di Jawa. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2001)
RB. Khatib Pahlawan kayo, Manajemen Dakwah dari Dakwah
Konvensional menuju Dakwah professional, (Jakarta: Amzah, Cet. 1, 2007)
Syamsudduha, Penyebaran dan Perkembangan
Islam, Katolik, Protestan di Indonesia, (Surabaya : Usaha Nasional , 1987)
Waridah Siti, Sejarah Nasional dan Umum,
(Yogyakarta: Bumi Aksara. Cet.1: 2001)
Yatim Badri, Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada: 2000)
Hamka, Sejarah Umat Islam IV, (Jakarta:
Bulan Bintang: 1981)
Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah,
(Yogyakarta: PT al-Amin Press, 1996)
[1] Al-Mu'ajm al-Wajiiz, Majma'ul-Lughoh
al-Arrabiyyah, huruf Nuun.
[2] Drs. RB. Khatib Pahlawan kayo, Manajemen
Dakwah dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah professional, [Jakarta:
Amzah, Cet. 1, 2007], hlm. 17
[5]
M. Dawan Raharjo, Model Pembangunan Qaryah Thayyibah Suatu Pendekatan
Pemerataan Pembangunan (1997: 38-39)--- dikutip oleh Drs. Samsul Munir Amin,
M.A. Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), Hal. 133.
[6]
Prof. A. Hasymi, Dustur Da’wah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan
Bintang) h. 334.
[7]
Siti Waridah dkk, Sejarah Nasional dan Umum SMU.(Yogyakarta: Bumi
Aksara,2001) hal. 125
[8] Dr.
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam.(Jakarta : Raja Grafindo Perkasa,
2000) Hal. 191
[9] Jamsudduha.Penyebaran dan Perkembangan Islam, Katolik, Protestan
di Indonesia.(Surabaya : Usaha Nasional, 1987) hal. 23
[11] Dr.
Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam.(Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2000)
Hal. 196
[12] H.J.
De Graff dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam pertama di Jawa.(Yogyakarta :
Pustaka Pelajar,2001) hal. 31
[13] Siti
Waridah dkk. Op. cit, hal 135
[14]
George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar manajen, (Jakarta: Bumi Aksara
2005) Hal. 43-44
[15] Abd. Syani, Manajeman
Organisasi (1987:107)--- dikutip oleh Drs. Hasanuddin, MA. Manajemen Dakwah (UIN
Jakarta Press, 2005), h. 111
[16] Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safei, Metode pengembangan Dakwah.
(Bandung, Pustaka Setia, 2002) Hlm. 137-140
[17] Al-qur’an dan terjemahannya, Baitul Mal Hidayatullah (BMH) dan Yayasan Al-Qur’an suara
Hidayatullah (2012). Hal 64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar