TEORI KOMUNIKASI MASSA
Teori Komunikasi Massa
dan Didiskusikan
di Kelas pada Mata
Kuliah Komunikasi
Massa
Oleh:
Naharuddin
NIM : 201131110016
Dosen Pengampu:
Alim
Puspianto, S.Sos.I., M.Kom.I
Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam
Jurusan Dakwah
Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim
Pondok Pesantren Hidayatullah
Surabaya
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan
manusia saat ini tidak terlepas dari perkembangan media massa, setiap harinya
manusia dibanjiri oleh berbagai informasi dari media massa seperti koran,
televisi, radio, internet dsb. Kebanyakan orang menetapkan apa yang baik dan
tidak baik berdasarkan informasi yang mereka ketahui dari media massa, manusia
mengamati apa yang terjadi tidak hanya dari mata dan telinganya saja tetapi
juga mengandalkan media massa sebagai pihak ketiga. Pada dasarnya media massa
membantu dan mempermudah khalayak untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di
lingkungannya, negaranya ataupun di bagian dunia yang lain namun terkadang
media massa memberikan informasi yang dapat meracuni sikap serta pola pikir
khalayaknya.
Merujuk
pada ilmu komunikasi, media massa erat kaitannya dengan komunikasi massa,
karena komunikasi massa merupakan studi ilmiah tentang media massa beserta
pesan yang dihasilkan, pembaca / pendengar / penonton yang akan coba diraihnya,
dan efeknya terhadap mereka.
Komunikasi massa mampu menciptakan opini publik, menentukan isu, memberikan
kesamaaan dalam kerangka berpikir serta menyusun urut-urutan hal yang menjadi
perhatian publik. Komunikasi massa pada awalnya merupakan suatu tipe komunikasi
manusia yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik yang
mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi dan dikenal dengan istilah
publisitik. Istilah publisistik dimulai
satu setengah abad setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Gustenberg,
sejak saat itulah dikenal dengan zaman publisitik atau awal dari era komunikasi
massa.
Komunikasi
massa yang merupakan disiplin ilmu komunikasi memiliki beragam pengertian yang
memiliki batasan berbeda-beda dari para ahlinya. Menurut Joseph A Devito dalam
bukunya, Communicology: An Introduction
to the Study of communication, mengenai pengertian komunikasi massa secara
lebih tegas yang telah diterjemahkan dalam bahasa adalah sebagai berikut
“Pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjukan kepada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang
menonton televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada
umumnya sulit untuk didefinisikan. Kedua komukasi massa adalah komunikasi yang
disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa
barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut
bentuknya : televise, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita”.
Komunikasi
massa adalah proses komunikasi yang dilakukan media massa dengan berbagai
tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa
merupakan komunikasi media massa, sesuai dengan awal perkembangannya komunikasi
massa berasal dari pengembangan kata media
of mass communication dimana media
massa yang dimaksud merupakan hasil dari produk teknologi modern sebagai
salurannya. Dengan demikian media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang
bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan
heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah
ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan
pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.
Media
massa berkembang seiring perkembangan teknologi yang makin canggih, hal ini
melahirkan adanya perbedaan paradigma mengenai alat-alat komunikasi massa. Pada
paradigma lama yang disebut alat-alat komunikasi massa meliputi surat kabar,
majalah, tabloid, buku, televise, radio, kaset/CD dan film. Sementara dalam
paradigma baru ada penambahan dan pengurangan yakni surat kabar, majalah,
televise, tabloid, radio, internet. Dapat dilihat bahwa ada media massa yang
gugur dan ada pula yang muncul, salah satu cirri komunikasi massa adalah
keserempakan. Zaman dahulu buku, film, kaset/CD sangat mungkin mempunyai
keserempakan yang tinggi jika dilihat pada kondisi saat itu. Akan tetapi dengan
ditemukannya alat-alat komunikasi yang lebih canggih, keserempakan tersebut
harus ditinjau ulang. Hadirnya media baru seperti internet, radio dan televise
memungkinkan keserempakan yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan gugurnya
alat-alat komunikasi dalam paradigma lama. Dengan demikian alat-alat komunikasi
massa akan mengalami perubahan dari masa ke masa sejalan dengan tingkat
perkembangan peradaban manusia dan peningkatan percepatan teknologi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori-Teori Komunikasi
Massa - Teori adalah gagasan dari suatu kejadian yang membantu kita menjelaskan
bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.
Komunikasi
massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang
tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga
pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Dalam komunikasi
massa itu sendiri memiliki berbagai macam teori di antaranya:
A. Hipodermic
Needle Theory
Teori
ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Dan ini merupakan teori
media massa pertama yang ada. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni
media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari audience.
Teori
ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori jarum
suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk
transmisi). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu
makna , yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang
sangat kuat terhadap komunikan.
Dari beberapa
sumber teori ini bermakna :
Memprediksikan
dampak pesan pesan komunikasi massa yang kuat dan kurang lebih universal pada
semua audience. Disini
dapat dimaknai bahwa peran media massa di waktunya ( sekitar tahun 1930an )
sangat kuat sehingga audience benar mengikuti apa yang ada dalam media massa.
Selain
itu teori ini juga di maknai dalam teori peluru karena apa yang di sampaikan
oleh media langsung sampai terhadap audience.
Kekuatan media yang begitu dahsyat hingga bisa memegang kendali pikiran
khalayak yang pasif dan tak berdaya.
Dari
sini kita ketahui bahwa teori peluru adalah sebuah teori media yang memiliki
dampak yang kuat terhadap audiencenya sehingga tak jarang menimbulkan sebuah
budaya baru dan penyaampaiannya secara langsung dari komunikator yakni media
kepada komunikan (audience).
Beberapa
hal yang juga ada dan menjadi bagian yang sangat penting ada dalam teori ini
antara lain :
ü Media
: dalam hal ini berperan sebagai komunikator, dan komunikator di sini sifatnya
adalah melembaga dan bukan perorangan
ü Pesan
: disni pesan adalah isi atau hal yang disampakan oleh media tersebut. Pesan
yang di sampaikaan juga memiliki beberapa unsur :
a. struktur
pesan tersebut
b. gaya
dari pesan tersebut
c. appeals
dari pesan tersebut.
ü Audience
: audience berfungsi sebagai komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
Komunikator yakni media juga memiliki kriteria yang ada :
a. kredibilitas
media tersebut
b. daya
tarik dari media tersebut
c. kekuasaan
media
Dan
selain itu sebagai komunikan, ada beberapa perubahan atau efek yang di harapkan
diantaranya:
a) perubahan
afeksi dari komunikan
b) perubahan
behaviour dan
c) perubahan
kognisi
Jadi
disini media benar mempunyai kekuatan yang sangat kuat untuk mempengaruhi
audience.
1. Terapan
Teori Terhadap Masyarakat
Masyarakat
bukanlah atom- atom yang mengalami alienasi, melainkan agen-agen yang akan
menunjukkan kemampuan subyektivitasnya dalam menanggapi pesan-pesan media.
Masyarakat merupakan pihak yang dapat bertindak aktif untuk membaca dan
memaknai setiap pesan media yang melintas dan menghunjam benak kesadarannya.
Masyarakat mampu menunjukkan kelihaiannya dalam menegosiasikan pesan-pesan
media. Sampai pada titik yang sulit diramalkan kepastiannya, masyarakat pun
akan melakukan oposisi atau perlawanan terhadap pesan-pesan media itu sendiri.
Selain dipertimbangkan, pesan-pesan media akan mendapatkan subversi tanpa
henti.
Contoh
yang akan kita bahas dalam makalah ini adalah, pada iklan air mineral yang
bermerek Aqua. Dimana pada saat produk air mineral ini dipublikasikan, secara
langsung bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu adalah
aqua. Sehingga sampai saat ini aqua sudah terdoktrin di ingatan khalayak.
Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral yang bermunculan.
2. Kelemahan
Dan Kekuatan Theory Hypodermic Needle Theory
Pada
dasarnya setiap theory memmpunyai kekuatan dan juga kelemahan. Dan tentunya
beberapa teori tersebut hanya bisa berkembang di masanya dan juga mengalami
penyempurnaan seperti teori ini yang juga terus mengalami perkembangan.
Kekuatan teori
jarum suntik :
Ø media
memiliki peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi aveksi, kognisi dan behaviour
dari audiencenya.
Ø Pemerintah
dalam hal ini penguasa dapat memanfaatkan media untuk kepentingan birokrasi
(negara otoriter)
Ø Audience
dapat lebih mudah di pengaruhi
Ø Pesanya
lebih mudah dipahami
Ø Sedikit
kontrol karena masyarakat masih dalam kondisi homogen.
Kelemahan teori
jarum suntik :
Ø keberadaan
masyarakat yang tak lagi homogen dapat mengikis teori ini
Ø tingkat
pendidikan masyarakat yang semakin meningkat
Ø Meningkatnya
jumlah media massa sehingga masyarakat menentukan pilihan yang menarik bagi
dirinya
Ø Adanya
peran kelompok yang juga menjadi dasar audience untuk menerima pesan dari media
tersebut
B. Spiral
of Silence Theory
Spiral
keheningan adalah sebuah teori media yang lebih memberikan perhatian pada
pandangan mayoritas dan menekan pandangan minoritas.
Mereka yang berada di pihak minoritas cenderung kurang tegas dalam mengemukakan
pandangannya. Kelompok minoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan
pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Seseorang
sering merasa perlu menyembunyikan “sesuatu”-nya ketika berada dalam kelompok
mayoritas. Sebaliknya, mereka yang berada di pihak mayoritas akan merasa
percaya diri dengan pengaruh dari pandangan mereka dan terdorong untuk
menyampaikannya kepada orang lain. Maka dari itu, hal ini berangkat dari asumsi
akan adanya ketakutan dari individu-individu akan isolasi dari masyarakat.
Ketakutan itu muncul jika individu-individu mempunyai opini yang berbeda bahkan
berseberangan dengan opini mayoritas masyarakat. Individu yang opininya berbeda
dengan mayoritas masyarakat akan cenderung bungkam (silence) karena takut akan
isolasi yang mungkin diterimanya. Secara sosiologis, teori Spiral keheningan
mengakui bahwa ketakutan individu akan isolasi ini hanya berlaku pada
masyarakat kurang terdidik dan miskin, irasional, dan tidak memiliki dedikasi
untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan bertanggung jawab.
Spiral
of silence theory di kenal juga dengan teori spiral kesunyian, dan sering juga
disebut juga spiral kebisuan. Teori ini dikembangkan oleh Elisabeth Noelle
Neumann (1973,1980). Pada beberapa sumber Neumann di sebutkan sebagai seorang
sosiolog, peneliti politik, bahkan ada yang menyebutkan bahwa Neumann adalah
seorang jurnalis Nazi Jerman, dimana tulisan-tulisannya mendukung rezim Hitler
dan anti yahudi. Teori spiral kesunyian dianggapnya sebagai buah karya Neumann
yang pemikirannya dipengaruhi oleh lingkungan Nazi.
Namun para ilmuwan lain lebih memilih untuk memandang teori spiral kesunyian
ini sebagai sebuah teori yang hendaknya dipandang atau dinilai dengan
prinsip-prinsip ilmiah.
Teori
ini mendasarkan asumsinya pada pernyataan bahwa pendapat pribadi bergantung
pada apa yang dipikirkan atau diharapkan
orang lain, atau apa yang orang rasakan atau anggap sebagai pendapat dari orang
lain. Orang pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi sosial, atau
pengucilan atau keterasingan dalam komunitasnya dalam kaitannya mempertahankan
sikap atau keyakinan tertentu. Dalam hal ini terdapat 2 premis yang
mendasarinya:
·
pertama, bahwa orang
tahu pendapat mana yang diterima dan pendapat mana yang tidak diterima. Manusia
dianggap memiliki indera semi statistik (quasi-statistical sense) yang
digunakan untuk menentukan opini dan cara
perilaku mana yang disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka, serta
opini dan bentuk perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan.
·
Kedua, adalah bahwa
orang akan menyesuaikan pernyataan opini mereka dengan persepsi ini. Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengekspresikan opini kita dengan berbagai cara, tak selalu
harus membicarakannya, kita mengenakan pin atau bros, atau menempel stiker di
belakang mobil kita. Kita berani melakukan itu karena kita yakin bahwa orang
lain pun dapat menerima pendapat kita.
Dalam hal menentukan
distribusi opini publik, menurut Neumann, media masa memiliki 3 cara. Pertama,
media masa membentuk kesan tentang opini yang dominan. Kedua, media masa
membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat. Ketiga, media masa
membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di muka umum tanpa
menjadi tersisih.
C. Agenda
Setting Theory
Studi efek media dengan pendekatan agenda setting (penentuan/pengaturan
agenda) sudah dimulai pada tahun 1960-an, namun popularitas baru muncul setelah
publikasi hasil karya McCombs dan Shaw di Chapel Hill pada tahun 1972. Mereka
menggabungkan dua metoda sekaligus, yaitu analisa isi (untuk mengetahui agenda
media di Chapel Hill) dan survey terhadap 100 responden untuk mengetahui
prioritas agenda publiknya (Haryanto, 2003). Studi tersebut menemukan bukti
bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat (0,975) antara urutan prioritas
pentingnya 5 isu yang dilansir oleh media di Chapel Hill bersesuaian dengan
urutan prioritas pada responden.
Walaupun penelitian tersebut hanya dapat membuktikan pengaruh kognitif
media atas audiens, namun studi agenda setting tersebut
sudah dapat dipakai sebagai upaya untuk mengkaji, mengevaluasi, dan menjelaskan
hubungan antara agenda media dan agenda publik. McCombs dan Shaw (dalam
Griffin, 2003) meyakini bahwa hipotesa agenda setting tentang
fungsi media terbukti- terdapat korelasi yang hampir sempurna antara prioritas
agenda media dan prioritas agenda publi.
Setelah
publikasi karya tersebut, banyak eksplorasi dilakukan dengan menggunakan metode
kombinasi analisa isi dan survey. Hasil-hasil penelitian lanjutan adalah
beragam. Ada yang memperkuat, akan tetapi tidak sedikit yang memperlemah
temuan McCombs dan Shaw. Mengapa demikian? Rogers (1997) dalam A
Paradigmatic Hystory of Agenda Setting Research, berpendapat
bahwa kurang diperhatikannya on going process dalam framing dan priming agenda media;
maupun on going process dalam agenda public, seringkali
menyebabkan kesimpulan yang diperoleh dalam studi agenda setting tidak sesuai
dengan realita yang ada. Dengan begitu, bisa jadi hasil-hasil penelitian yang
beragam itu ada yang bersifat semu. Artinya hubungan yang terjadi disebabkan
karena pilihan sampelnya kebetulan mendukung/tidak mendukung hipotesis yang
dikembangkan, atau mungkin pilihan isu-nya kebetulan menyangkut/tidak
menyangkut kepentingan kelompok responden.
Agenda-setting
diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). sadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting
oleh media massa. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat
kuat, terutama karena asumsiAsumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi
tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga
bagi masyarakat. Teori Penentuan Agenda juga merupakan teori yang menyatakan
bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan
media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam
agenda publik dengan mengarahkan ke ini berkaitan dengan proses belajar bukan
dengan perubahan sikap dan pendapat.
Dua
asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
1) Masyarakat
pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan
membentuk isu.
2) Konsentrasi
media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai
isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain.
Agenda
setting menjelaskan begitu besarnya pengaruh media--berkaitan dengan
kemampuannya dalam memberitahukan kepada audiens mengenai isu - isu apa sajakah
yang penting. Salah satu aspek yang paling penting dalam konsep penentuan
agenda adalah peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki
penentuan agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal.
D. Teori
Behaviorisme
Tokoh
aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika dikenal sebagai
bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan
perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa
serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut
teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh
adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka
gerak balas pun dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak
pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap
perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus - respons.
Behaviorisme
lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan juga psikoanalisis.
Behaviorisme ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belakangan, teori kaum behavioris lebih
dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku
manusia kecuali instink adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan
perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh
faktor‑faktor lingkungan. Dari
sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus).
E. Teori
Humanisme
Teori
ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam psikologi yaitu psikologi
Humanisme. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh McNeil (1977) “In many
instances, communicative language programmes have incorporated educational
phylosophies based on humanistic psikology or view which in the context of
goals for other subject areas has been called ‘the humanistic curriculum”
Teori
humanisme dalam pengajaran bahasa pernah diimplementasikan dalam sebuah
kurikulum pengajaran bahasa dengan istilah Humanistic curriculum yang
diterapkan di Amerika utara di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.
Kurikulum ini menekankan pada pembagian pengawasan dan tanggungjawab bersama
antar seluruh siswa didik. Humanistic curiculum menekankan pada pola pikir,
perasaan dan tingkah laku siswa dengan menghubungkan materi yang diajarkan pada
kebutuhan dasar dan kebutuhan hidup siswa. Teori ini menganggap bahwa setiap
siswa sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang berbeda dalam mempelajari
bahasa.
Tujuan utama dari teori
ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa agar bisa berkembang di tengah
masyarakat. The deepest goal or purpose is to
develop the whole persons within a human society. (McNeil,1977)
F. Teori
Informasi atau Matematis
Salah
satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi
selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan
bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver.
1949 ), Mathematical Theory of Communication.
Teori
ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif:
komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan
saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari
mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan
dan menerjemahkannya (encoding dan decoding).
Teori
informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang
lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna
pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter,
receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.
BAB III
KESIMPULAN
Salah
satu teori komunikasi massa dalam media adalah hypodermic theory atau biasa
yang disebut dengan teori jarum suntik. Artinya media massa sangat mempunyai
kekuatan penuh dalam menyampaikan informasi. Apa pun pesan yang disiarkan oleh
media bisa dengan sendirinya dapat mempengaruhi khalayaknya. Teori ini
menyatakan bahwa efek-efek merupakan reaksi spesifik terhadap stimuli yang
spesifik pula. Jika seseorang menerapkan teori ini dapat mengharapkan dan
memprediksikan hubungan yang dekat antara pesan media dan reaksi khalayak.
Untuk
mengkaji pengaruh pesan pada khalayak, diperlukan lebih banyak fariabel, antara
lain jenis informasi yang diikuti dari media, frekuensi dan intensitas
mengikuti informasi tersebut, dan juga variabel-variabel internal kahalayak
sendiri seperti, tingkat pendidikan dan wawasan, jenis kelamin, tingkat usia,
dan kelompok sosial lainnya.
Teori
ini, sebagaimana diuraikan Denis McQuail dan Sven Windahl (dalam Communication
Models: For the Study of Mass Communications, 1981: 42) mengandaikan
keterlibatan tiga elemen, yakni (1) stimulus atau rangsangan dalam wujud pesan-
pesan atau informasi; (2) organisme yang tidak lain merupakan khalayak yang
berkedudukan sebagai penerima pesan; dan (3) respons yang merupakan efek yang
dipastikan muncul sebagaimana yang dikehendaki oleh pemberi pesan.
Ringkasnya
adalah khalayak yang diberlakukan layaknya organisme biologis akan menyajikan
tanggapan yang pasti sesuai dengan rangsangan yang disemburkan oleh sumber yang
memberikan informasi. Jalinan stimulus-organisme-respons (S-O-R) pun dengan
sendirinya akan tertata dengan rapi.
Dalam
teori ini spiral of silent lebih cenderung pada kelompok atau individu yang
pendiam dan opinya masuk kedalam minoritas. Teori ini menjelaskan suatu
pendapat atau opini dan tidak juga untuk dinyatakan,menentukan opini manakah
yang akan untuk dikatakan dan yang tidak untuk dikatakan. Spiral keheningan ini
sering digunakan pada kelompok atau individu yang masuk kedalam minoritas. Bagi
yang sifatnya tidak ingin berdebat dan cari perdebatan. Dan teori ini juga
digunakan pada sifat manusia yang pendiam. Dan teori ini menggunakan media
sebagai solusi pendapatnya dapat dilihat dan didengar publik melalui media yang
menyebabkan isu-isu menarik yang berbeda pendapat.
Teori
ini dapat dijadikan senjata untuk menghindari pendapat mayoritas yang berbeda
pendapat dengannya, tetapi teori ini tidak menyuruh untuk ikut-ikutan pendapat.
Teori ini mempunya kelemahan, bagi orang-orang yang keras pada keinginannya
bahkan mempunyai kepercayaan dan keyakinan yang tinggi.tentu saja kepercayaan
dan keyakinan adlah suatu pendapat yang sudah disepakati atau sudah menjadi
prinsipnya dan merasa ide-idenya akan didukung sepenuhnya.
Agenda-setting
diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa
jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan
mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap
penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Teori Penentuan Agenda juga
merupakan teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat
penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen
yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan
kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh
media massa. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.
Dua
asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
1) Masyarakat
pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan
membentuk isu.
2) Konsentrasi
media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai
isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain.
Behaviorisme
lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan juga psikoanalisis.
Behaviorisme ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Belakangan, teori kaum behavioris lebih
dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku
manusia kecuali instink adalah hasil belajar.
Teori
humanisme dalam pengajaran bahasa pernah diimplementasikan dalam sebuah
kurikulum pengajaran bahasa dengan istilah Humanistic curriculum yang
diterapkan di Amerika utara di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.
Kurikulum ini menekankan pada pembagian pengawasan dan tanggungjawab bersama
antar seluruh siswa didik. Humanistic curiculum menekankan pada pola pikir,
perasaan dan tingkah laku siswa dengan menghubungkan materi yang diajarkan pada
kebutuhan dasar dan kebutuhan hidup siswa. Teori ini menganggap bahwa setiap
siswa sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang berbeda dalam mempelajari
bahasa.
Tujuan
utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa agar bisa
berkembang di tengah masyarakat. The deepest goal or purpose is to develop the
whole persons within a human society. (McNeil,1977)
Salah
satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi
selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan
bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver.
1949 ), Mathematical Theory of Communication.
Teori
ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif:
komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan
saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari
mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan
dan menerjemahkannya (encoding dan decoding).
Teori
informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal yang
lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat berguna
pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain transmitter,
receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.
DAFTAR
PUSTAKA
J. Saverin, J.W., & Tankard,
2005. Teori Komunikasi: Sejarah, metode, dan terapan di dalam media masa. Jakarta:Kencana Prenanda
media Group
J. Severin, J.W, dan Tankard. 2008.
Teori Komunikasi. Jakarta : Kencana: Media Pressindo.
Mulyana Deddy. 2005. Konteks
–Konteks Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Morissan, M.A., Dr. Hamid, F, Sos,
M.Si., 2010, Teori Komunikasi Massa,Ghalia Indonesia,Jakarta.
Nasrudin, M.Si., Dr. Hidayat,
D.A,M.Si., 2007, Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Pers, Jakarta.
Nurudin, 2003, Komunikasi Massa,
Malang: Cespur.
Nurudin. 2004. Komunikasi Massa.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi
Massa. Jakarta: PT. Rajawali Pers.
Nurudin. 2009. Pengantar Komunikasi
Massa. Jakarta. PT Rajagarfindo Persada.
Santoso, E., Setiansah, M., 2010,
Teori Komuniksai, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi
Massa. Jakarta: PT. Grasindo.
Nurudin,M.Si.,2007, Pengantar Komunikasi
Massa, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), hlm. 2