Peranan dan Efek Komunikasi Massa Disampaikan dan Didiskusikan
di Kelas pada Mata
Kuliah Komunikasi
Massa
Oleh:
Naharuddin
NIM : 201131110016
Dosen Pengampu:
Alim
Puspianto, S.Sos.I., M.Kom.I
Program Studi Komunikasi dan
Penyiaran Islam
Jurusan Dakwah
Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim
Pondok Pesantren Hidayatullah
Surabaya
2014
Bab I
Pengantar
A. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media
membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan
pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini
akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat
media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.
Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas
tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.[1]
Sekarang ini
komunikasi massa sangatlah penting untuk dikaji dan dipelajari, mengapa?
Karena, kita hidup di zaman teknologi, era digital, dan yang serba canggih dan
instan. Tentu, jika kita tidak menggajinya akan membawa hal yang ‘kurang’ pada
diri kita. Karena pada dasarnya dalam mengkaji ilmu tentang medi massa, kita
akan jadi tahu segala hal mengenai media massa.
Teruma yang kita
akan bahas kali, yaitu peranan dan efek media massa. Segala sesuatunya tentu
mempunyai efek. Tak, terkecuali media massa. Baik itu efek buruk atau efek
baik. Nah, harapan kita adalah dengan mengkaji peranan dan efek komunikasi
massa ini, ita akan menjadi tahu tentang efek, sehingga nantinya kita dapat
memilah-milah dan berhahati-hati mngguanakan alat komuikasi massa. Agar dampak
negative kita dapat pahami dan bisa kita hindari ssemasiamal mungkin. Di sisi
lain juga kita dapat sisi baiknya alat komunikasi massa.
Bab II
Pembahasan
1. Peran Media Massa
Media massa
adalah institusi yang berperan sebagai agen of change, yaitu sebagai institusi
pelopor perubahan. Ini adalah paradigma utama media massa. Dalam
menjalankan paradigmanya media massa berperan:
- sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju.
- media massa menjadi media informasi bagi masyarakat. Dengan banyak informasi masyarakat menjadi lebih mampu berpartisipasi dalam setiap aktivitasnya.
- media massa sebagai media hiburan. Sebagai agent of change, media massa juga menjadi institusi budaya, menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya.
2. Efek Media Massa
A.
Jenis-jenis efek
Efek Komunikasi massa dibagi menjadi
beberapa bagian. Secara sederhana Keith R. Stamm dan John E. Bowes (1990)
membagi kedua bagian dasar.
1. Efek Primer
-Terpaan
-Perhatian
-Pemahaman
2. Efek Sekunder
-Perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan
dan sikap)
-Perubahan Perilaku (menerima dan memilih)
1.
Efek Primer
Yang
pertama kali kita singgung di sini ialah pengertian dan maksud primer. Kita
tentu pernah mendengar kata kebutuhan primer. Ya, kebutuhan primer ialah
kebutuhan yang sangat mendasar dan harus ada atau wajib ada. Kebutuhan primer
berupa bahan pangan misalnya nasi, air minum dan udara, yang bila mana tidak
ada semua itu kita akan mati.
Begitu
pula dengan di dalam komunikasi massa ada namanya efek dan efek ini terbagi
lagi. Efek primer adalah salah satu diantara efek ini.
Ketika
kita mengatakan bahwa ada proses komunikasi yang terjadi dalam sehari-hari
kita. Sehingga tidak secara tidak langsung kita juga mengatakan ada efek
komunikasi yang sedang terjadi. Jadi, betapa tidak akan bisa lepas begitu saja
dari efek yang terjadi di sekitar kita.
Tadi
itu, efek komunikasi. Lalu, bagaimana dengan komunikasi massa. Apakah
komunikasi massa mempunyai efek?
Jika
dalam hidup kita sehari-hari tidak bisa lepas dari komunikasi massa, berarti
efek yang di timbulkan nyata terjadi. Bisa dikatakan secara sederhana bahwa
eferk primer terjadi jika ada orang mengatakan telah terjadi proses komunikasi
terhadap objek yang dilihatnya.
Sama
seperti kita yang memerhatikan orang yang sedang berbicara, ketika kita
memerhatikan, berarti ada efek primer yang sedang terjadi pada diri kita.
Ketika di radio diberitakan tentang kecelakaan beruntung di jalan tol dan kita
tertarik mendengarkannya, efek primer juga melekat pada diri kita. Bahkan jika
kita memahami apa yang disiarkan media massa itu sama saja semakin kuat efek
primer terjadi.[2]
2.
Efek Sekunder
Yang
kedua, efek
sekunder. Efek ini merupakan kebalikan dari efek primer. Sebenarnya ada banyak
efek yang ditimbulkan oleh saluran komunikasi massa, tetapi dalam efek sekunder
kita akan mencoba membahas efek kegunaan dan kepuasaan tersebut. Di samping
itu, efek ini lebih diyakini menggambarkan realitas kongkret yang terjadi di
masyarakat. Jadi, uses and gratification merupakan
salah satu bentuk efek sekunder.
Akhir-akhir ini, salah satu
cara yang paling populer untuk melihat pengaruh komunikasi adalah dengan
memakai efek “kegunaan dan kepuasan”. Mengikuti pnedapat Swanson (1979) ide
dasar yang melatarbelakangi efek ini adalah bahwa “audience” aktif di dalam memanfaatkan media massa. Individu tidak
secara spontan dan merespons pesan-pesan media massa seperti yang dikemukakan
dalam efek peluru atau jarum hipodermik (audience
dianggap pasif). Dengan kata lain, individu menggunakan isi media tersebut
untuk memenuhi tujuan mereka di dalam usaha menikmati media massa. Tujuan
tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan individu
masing-masing. Jika kebutuhan sudah terpenuhi melalui saluran komunikasi massa,
berarti individu mencapai tingkat “kepuasaan”.
Menurut John R. Bittner
(1996),fokus utama efek ini adalah tidak hanya bagaimana media memengaruhi audience, tetapi juga bagaimana audience mereaksi pesan-pesan media yang
sampai pada dirinya. Faktor interaksi yang terjadi antar-individu akan ikut
memengaruhi pesan yang diterima. Ini jelas bertolak belakang dengan asumsi efek
peluru atau jarum hipodemik. Semua itu bisa dibingkai dengan pertanyaan tidak
saja, “apa yang dikerjakan pada audience?”,
tetapi yang lebih penting ialah “Apa yang dikerjakan audience pada media?”[3]
Stamm dan kawan-kawan (1976)
pernah mencoba melihat mengapa orang-orang membaca surat kabar. Stamm mengamati
tradisi orang-orang yang awalnya bukan pelanggan surat kabar kemudian menjadi
pelanggan. Seorang pendatang di suatu kompleks perumahan yang awalnya bukan
pelanggan akan menjadi pelanggan sebuah surat kabar untuk memenuhi kebutuhan
informasi di tempat barunya atau untuk memenuhi kebutuhan sosial di lingkungan
yang baru tersebut. Apalagi bagi mereka yang mempunyai sifat individualisme
yang tinggi. Semakin tinggi sifat individualisme seseorang, kebutuhan untuk
berlangganan surat kabar semakin besar. Alasannya, mereka sudah cukup
terpuaskan mengetahui banyak informasi lingkungan yang baru dari surat kabar.
B.
Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Efek
Komunikasi massa mempunyai efek
itu tidak bisa dibantah. Wujud efek bisa terwujud tiga hal:
Ø efek kognitif
(pengetahuan)
Ø afektif (emosional
dan perasaan)
Ø behavioral
(perubahan dan perilaku)
Dalam perkembangan komunikasi
kontemporer saat ini, sebenarnya proses pengaruh (munculnya efek kognitif,
afektif, dan behavioral) tidak bisa berdiri sendiri. Dengan kata lain. Ada
beberapa faktor yang ikut memengaruhi proses penerimaan pesan. Jadi, pesan itu
tidak langsung mengenai individu, tetapi “disaring”, dipikirkan, dan
dipertimbangkan, apakah seorang mau menerimapesan-pesan media massa itu atau
tidak. Faktor-faktor inilah yang ikut menjadi penentu besar tidaknya faktor efekyang
dilakukan media massa.[4]
Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu:
kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran,
belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi,
perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif
berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara
tertentu.[5]
1.
Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri
komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif
ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam
mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif.
Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat
yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa
“Robot Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak
laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi
tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh
komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan
komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut
Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori
perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang
benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita
kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas
yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata
berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan
adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras,
lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena
media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media
massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias
dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip,
yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang
tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan
tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan
sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali
cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan
menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek
atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media
massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak
informasi tentang dunia dari media massa.
Sementara
itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda
setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu
asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan
disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih
diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang
hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media
Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai
Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita
untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman
selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno
Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun
beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting
dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau,
pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
Media
massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang
dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita
lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan
efek prososial kognitif. Bila
majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita
tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat
kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita
mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank)
ke surat kabar, maka terjadilah efek
prososial behavioral.[6]
2. Efek
Afektif
Efek
ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa
bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang
sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya,
khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar
atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus
penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel,
iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat
diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan
perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan
hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang
cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan
sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi
terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.
- Suasana emosional
Dari
contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah
film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional
kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan
sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa
terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak
disangka-sangka.
2. Skema kognitif
Skema
kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang
alur peristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang
mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan
menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh
dari jurang. Kita menduga, pasti akan tertolong juga.
3. Situasi terpaan (setting
of exposure)
Kita
akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror
lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan lebat,
dan tiang-tiang rumah berderik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap.
Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita
pada waktu memberikan respon.
4. Faktor predisposisi individual
Faktor
ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan
dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar,
menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko.
Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga
kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.
3. Efek
Behavioral
Efek
behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk
perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film
akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi
Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti
resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah
dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang
mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua
informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio,
televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan.
Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi
dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika
terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di SCTV menayangkan informasi:
anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang tuanya.
Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak
semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya,
dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah
yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan
mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula
bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
Mengapa
terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung
hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi
yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat
mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura.
Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari
peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil
faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila
tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan
karakteristik diri kita.
Bandura
menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses:
·
proses perhatian
·
proses
pengingatan (retention)
·
proses
reproduksi
·
motorisproses
motivasional.
Permulaan
proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung
atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan
tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang
disebut Bandura sebagai “abstract
modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita
mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita. Bila peristiwa itu
sudah diamanati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru
paham mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita
menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua
peristiwa itu kita perhatikan.
Perhatian
saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil
pengamatannya dalam benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan
bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang
diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal.
Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental
tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita.
Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar
peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori,
tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan
tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan
sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya,
proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita
amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan
itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan.
Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita
bertindak:
v peneguhan eksternal
v peneguhan gantian (vicarious reinforcement)
v peneguhan diri (self reinforcement).
Pelajaran bahasa Indonesia yang baik
dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya
dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita
mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kita atau bila kita yakin orang
lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi,
kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim
yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita
juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain
yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak
sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang
memiliki reutasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan
peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat ganjaran (pujian, penghargaan,
status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena
perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya
tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan
itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang,
atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa
Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan
kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.
Bab III
Kesimpulan
Efek hanyalah perubahan
perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya
pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa.
Efek Media Massa Dapat dilihat dari 3 pendekatan[7]:
ü Efek
Kehadiran Media Massa:
·
-Efek Ekonomi,
·
Efek Sosial
·
Penjadwalan kegiatan sehari-hari
·
Efek hilangnya perasaan tidak nyaman
·
Efek menumbuhkan perasaan tertentu
ü Efek
Pesan:
·
Efek Kognitif
·
Efek Afektif
·
Efek Behavioral
ü Observasi
Terhadap Khalayak (invidu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa)
·
DAMPAK SOSIAL MEDIA MASSA- Media
membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan. Media
massa secara instant dapat membentuk kristalisasi opini publik untuk melakukan
tindakan tertentu. Kadang-kadang kekuatan media massa hanya sampai ranah sikap
(agee. 2001:24-250) Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa
terhadap pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang
Daftar Pustaka
Nurudin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali
Pers, 2006
aku juga dapat tugas Dari Ust. Alim.halo salamkenal.nama saya Ashlih. saya juga mahasiswa STAIL. angkatan tahun 2014 dan insha Allah lulus tahun 2018 nanti. saya jurusan dakwah juga.dapat tugas yang sama ,pingin copas tapi takut ketahuan heheh
BalasHapus