MAKALAH
MODEL MANAJEMEN STERATEGIK
Matakuliah : Manajemen Strategik Organisasi Dakwah
Diajukan
Kepada Jurusan Dakwah Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam (KPI)
Sekolah
Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL)
Oleh :
Naharuddn
NIM : 201131110016
JURUSAN DAKWAH
(KPI) PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL-HAKIM SURABAYA
2014/2015
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Konsep manajemen
Sterategis
Pendekatan manajemen strategic yang ada sekarang, pada dasarnya
sudah mengalami beberapa fase perkembangan menurut Ansoff dan McDonnel (1990)
hinggan tahun 1990 terbentuklah menjadi empat tahapan. Bentuk awalnya di mulai
pada tahun 1950 – an, saat para pelaku pembisnis waktu itu merasa membutuhkan
pendekatan yang sistematis kemana harus mengarahkan bisnis kemasa datang. Sedangkan suatu proses yang di lakukan oleh
seorang manager adalah perencanaan strategi.
Kemudian seperti di sampaikan oleh Ansoff dan McDonnel (1990),
bentuk ke dua mulai berkembang ke kurun waktu 1970-an, waktu itu telah di
sadari bahwa kalau perusahaan menginginkan kesuksesan secara terus menerus,
maka perusahaan tersebut harus mentrasfortasikan kapabilitasnya yang di miliki
dan di sesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Jadi proses perencaan kapabilitas ini di gunakan menyesuaikan yang
diperlukan untuk mendukung dan membentuk strategi baru.
Tahab yang ke tiga, terjadi pada tahun 1970 – an, pada masa – masa
ini para pelaku bisnis sudah mulai merasakan betapa bahwa perubahan – perubahan
yang terjadi di sekitar atau terjadi pada masyarakat lebih tepatnya dan
lingkungan, terjadi lebih sering dan terkadang sulit di perkirakan. Hal – hal
semacam ini memeng memerlukan suatu penanganan
yang dapat membut perusahaan siap menghadapi dan mengantisipasi
perubahan yang terjadi, tahap ini di sebut issue management, karena di tahap
ini mencoba untuk memberikan prioritas perhatian pada hal – hal yang mengganggu
perusahaan.
Tahap yang ke empat, adalah suatu tahap di mana orang sudah
menyadari, meskipun tahap – tahap yang di lakukan pada tahap – tahap sebelumnya
di rasa perlu, ada resistensi dalam organisasi sendiri untuk menjalan kan
strategic. Karene itu, pada saat ini pembahasan di tekankan pada pengelolaan
perubahan – perubahan, mulai untuk organisasi – organisasi yang sederhana
hingga organisasi yang kompleks.
Wheelen
dan Hunger menjelaskan perkembangan konsep manajen sterategis melalui emapat
tahapan sebagai berikut:
Tahap 1: perencanaan Keuangan Dasar
Pada
tahab ini manajer mulai membuat perencanaan yang serius terutama pada saat
mereka diminta mengajuhkan aggaran untuk tahun berikutnya. Proyeksi-priyeksi
diusulkan tanpa didukung dengan analis yang memadai dan sebagaian informasi
yang digunakan untuk analisis berasal dari dalam peubahan.
Rencana
operasional yang sangat sederhana ini hanya merupakan bentuk manaejemen
sterategis yang semu meski untuk mempersiapkannya sangat menghabiskan waktu.
Aktivitas normal perusahaan biasanya tertunda beberapa minggu sewaktu para
manajer memeras ide untuk mengusulkan anggaran baru tersebut. Jangka waktu
untuk perencanaan ini biasanya berlaku satu tahun.
Tahap 2: Perencanaan Perbasis
Peramalan
Karena
membuat anggran tahunan dianggapkurang berguna dalam menstimulasi perencanaan
jangka panjang, maka para manajer selanjutnya berupaya untuk mengajuhkan
rencana lima tahun. selain menggunakan informasi internal unutk membuat perencanaan jangka panjang, para manajerpun berupaya
untuk mengumpulkan berbagai informasi dari lingkungan perusahaan. Berdasarkan
informasi-informasi yang dimiliki, para manajer berusaha membuat ekstrapolasi
terhadap tren yang ada saat ini ke jangka waktu lima tahun mendatang.
Tahap
ini juga sangat menyita waktu, seringkali penyusunan rencana ini menguras
aktivutas menajer selama satu bulan penuh untuk memastikan bahwa anggaran yang
diajuhkan cocok satu dengan yang lainnya. Proses pembuatan rencana ini bisa
memiliki nuansa politik yang sangat kental terutama apabila rencana yang dibuat
akan melibatkan unutk mengevaluasi proses anggaran di mana masing-masing pihak berusaha
mencari pembenaran terhadap asumsi-asumsi yang mereka buat. Jangka waktu untuk
perencanaan ini biasanya belaku untuk tiga sampai lima tahun.
Tahapan 3: Perencanaan Sterategi
Frustasi
dengan situasi konfilik politik di dalam prusahaan, sementara pada saat yang
sama diperoleh suatu kenyataan bahwa rencana lima tahunan yang dibuat tidak
berjalan efektif. Maka manajemen puncak selanjutnya mengambil kendali terhadap
proses perencanaan dengan memulai kegiatan perencamaan
sterategis melalui kegiatan ini perusahaan berusaha untuk mengikatkan
kemapuannya dalam memberikan tanggapan terhadap perubahan pasar dan persaingan
dengan melakukan proses berpikir secara sterategis.
Kegiatan
perencanaan diambil alih dari manajer yang memiliki level rendah dan
mengonsentarasikan pembuatan rencana kepada apara staf perencanaan (Planning
Staff). Perusahaan sering sekali juga menggunakan tenaga konsultan yang
memberikan berbagai teknik baru dan inovatif yang akan digunakan oleh para staf
perencanaan unutk mengumpulkan informasi dan memperkirakan kecenderungan dimasa
akan dating. Selain konsultan perubahan juga banyak memanfaatkan jasa mantan
ahli sterategi militer unutk membentuk unit intelejen persaingan.
Konsep
perencanaan sterategis didasari oleh pemikiran bagaimana perusahaan membuat
perencanaan jangka panjang dengan memikirkan perubahan-perubahan yang akan
terjadi dalam lingkungan perusahaan selama beberapa tahun mendatang. Setelah
perusahaan berhasil meramalkan perubahan-perubahan tersebut, perusahaan
selanjutnya akan menyesuiakan sumber daya internal yang harus dimili unutk
memamfaatkan peluang usaha yang ada dilingkungan eksternal seta mengadaptasi
beberapa ancaman yang akan dihadapi perusahaan dalam jangaka panjang.
Sebagai
sebuah model perencanaan, perencanaan sterategis mengalami pasang surut. Model
ini perna sangat popular di tahun 1970-an dan mulai bangyak ditinggalkan
diakhir 1980-an setelah banayk perusahaan yang besar (misalnya di Amerka Serikat)
tidak dapat meningkatkan kinerja secara signifikan dengan model perencanaan
ini. Selain itu model perencanaan sterategis unutk sementara waktu kalah
bersaing dengan model Porter maupun model Hamer dan Prahalad atau model
perencanaan laiinya yang mampu member jawaban diatas perencanaan perusahaan
janagka panjang untuk meraih keunggulan kompotitip yang tercermin dari
peningkatan posisi kompotitif perusahaan pasar.
Tahapan 4: Manajemen Sterategis
Menyadari
bahwa rencana sterategis terbaikpun tidak akan berguna tanpa adanya input dan
komitmen dari manajemen dilevel yang lebih renda, maka manajemen puncak pada
tahapan selanjutnya membuat kelompok rencana yang terdiri dari para manajer dan
karjawan bunci pada berbagai jenjang manajemen yang berasal dari berbagai
departemen dan kelompok kerja. Mereka mengembangkan dan menginterasikan
serangkaian rencana sterategis dengan tujuan mencapai tujuan utama perusahaan.
Konsep
manajemen sterategis memperoleh momentum keberhasilan sebagai model
pengembanagan sterategi perusahaan di era tahun 1990-an dimana banyak
perusahaan berskala besar merasakan manfaat dari penerapan manajeman
sterategis. Hal ini disebabkan anatara lain karena konsep manajemen sterategi
telah mengalami penyempurnaan dibidang konsep pendahuluannya, perencanaan
sterategis. Beberapa perbaikan yang dilakukan anatra lain:
Konsep
manajen sterategi menekankan pada scenario masa depan yang paling mungkin untuk
dicapai dengan disertai sterategi kontijensi untuk setiap scenario. Dalam hal
ini rencana sterategis lima tahunan talah diganti dengan pemikiran sterategis
pada segenap jenjang organisasi, dimana proses berpikir secara sterategis ini
dilakukan sepanjang tahun. sementara dalam konsep perencanaan sterategis,
manajemen puncak lebih menekankan usahanya untuk peramalan masa depan secara
sempurna dan merumuskan sterategis berdasarkan peramalan tersebut di mana
peramalan yang dimaksud memiliki horizon waktu jangka panjang (pada saat itu
horizon waktu yang diperhitungkan adalah 5 tahun atau lebih).
Dalam
pelaksanaanya kegiatan manajemen sterategis melibatkan manajer-manajer dari
level yang lebij rendah personal kunci (key personnel) dalam pengembangan
rencana sterategis. Hal ini bertujuan agar perencanaan sterategi yang dibuat
mendapatkan komitmen secara luas dari sumber daya manusia perusahaan. Dengan
demikian kendati manajemen puncak masi merupakan pihak yang mengambil inisiatif
bagi pembuatan rencana sterategis, tetapi sterategi yang diusulkan bisa datang
dari bagian manapun di dalam organisasi
perusahaan. Hal ini berbeda degan penerapan konsep perencanan sterategis, diama
pembuatan rencana sterategis hanya dilakukan oleh manajemen puncak perusahaan,
sehingga sterategi yang muncul juga didominasi oleh sterategi yang berasal dari
manajemen puncak.
Dalam
manajemen sterategis terjadi penyebaran informasi sterategi secara lebih luas
kepada para manajer dan personel kunci dari berbagai level manajerial yang
terlibat dalam pembuatan rencana stetrategis. Hal ini berbeda dengan kegiatan
rencana sterategis di mana informasi sterategis hanya dimiliki oleh pimimpin
puncak perusahaan.
B. Model Strategik Menurut Wheelen dan Hunger
Wheelen
dan Hunger, model manajemen sterategis terdiri dari empat tahap proses yaitu: environmental scanding, sterategy
formulation, sterategy impelementation dan evaluation and control.
1.
Pemindahan
Lingkungan (Environmental Scanding).
Pemindahan
Lingkungan (environmental scanding)
yaitu sesuatu kegiatan pemantau (menitoring), pengevaluasian serta penyebaran
informasi yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan
kepada personel kunci (key People) di dalam perusahaan. Kegiatan ini diatas
pemindaian lingkungan terhadap lingkungan eksternal peusahaan yang
dikelompokkan oleh Wheelen dan Hunger sebagai societal environment dan task environment.
a.
Societal
environment
Societal environment yaitu lingkungan eksternal perusahaan yang tidak
dapat memberi pengaruh terhadap impelementasi sterategi perusahaan dalam jangka
pendek, tetapi akan mempengaruhi keberhasilan impelementasi sterategi
perusahaan dalam jangka panjang. Di dalamnya mencakup analisis terhadap
variable-variabel ekonomi, teknologi, politik dan hokum serta sosialnya.
b.
Task
Environment
Task environment adalah sebagau elemen atau kelompok lingkungan eksternal perusahaan yang
dipengaruhi secara langsung oleh tindakan perusahaan dan oleh karenanya akan
memengaruhi perusahaan. Termasuk kedalam task environment anatara lain: para
pemasok, para pelanggan, para pesaing, komunikasi local, kelompok kepentingan
khusus, assosiali perdagangan dan pemerintah.
2.
Formulasi
Sterategi (Sterategy Formulation)
Pada tahap formulasi sterategi perusahaan secara
berkala mengkaji kembali misi dan tujuan perusahaan serta merumuskan sterategi
yang sesuai dengan misi dan tujuan perusahaan tersebut. Misi dan tujuan
perusahaan dapat mengalami perubahan sisial dengan sterategi yang dilih oleh
perusahaan.
Sebagai
contoh perusahaan yang melakukan perubahan secara radikal dapat mengubah visi,
misi dan tujuan perusahaan sesuai dengan strategi yang dipih oleh pemimpin
perusahaan. Hal ini terjadi pada Samsung Kun Hee Lee di erah tahun 1993-an
diman Kun Hee Lee mengubah Samsung secara radikal dari perusahaan yang biasanya
memperoduksi “me-too Product” menjadi
perusahaan penghasil produk-produk inovatif dengan menggunakan teknologi
mutakhir.
Perusahaan
misi dan tujuan perusahaan secara mendasar akibat perubahan sterategi peusahan juga
terjadi pada Nokia, dimana pada awalnya nokia memiliki bisnis inti dalam
industry diapers, rubber boosts dan
kertas. Tetapi dengan adanya peluang usaha yang jauh lebih menarik di bidang
usaha tetepon seluler maka perusahaan ini selanjutnya mengubah bisnis initnya
(yang sekaligus juga akan mengubah misi dan tujuan perusahaan) menjadi usaha
dibidang produksi telepon genggam.
Sebagaimana
halnya misi dan tujuan perusahaan dapat mengalami perubahan karena sterategi
perusahaan berubah, demikian halnya denga sterategipun dapat berubah disesuikan
dengan tujuan perusahaan yang baru. Dengan demikian formulasi sterategi akan
mengacu pada tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Selain merumuskan misi, tujuan
dan sterategi yang saling memiliki kesesuaian satu sama lain, perusahaan juga
harus merumuskan kebijakan yang akan menjadi panduan bagi seluruh sember daya
manusia perusahaan melakukan impelementasi sterategi baik pada tingkat
karporasi, fingsional, maupun unit usaha.
3.
Impelementasi Sterategi (Sterategy
Impelementation)
Tujuan dan sterategi perusahaan yang telah dibuat
akan dapat diimpelementasikan dengan baik apabila tujuan dan sterategi tersebut
dituangkan kedalam rangkaian kegiatan dalam bentuk program yang terjadwal
dengan jelas memperoleh alokasi sember daya yang memadai yang telah dituangkan
dalam benntuk anggaran (budget) yang
akan mendukung setiap program.
Program-program
yang dibuat oleh perusahaan selanjutnya harus didikung dengan prosedur yang
menjelaskan secara rinci sebagaimana suatu kegiatan atau pekerjaan yang harus
dilakukan. Prosedur akan menjelaskan berbagai aktifitas yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan suatu program. Selain itu perusahaan harus mengembangkan
sturuktur organisasi yang akan memudahkan impelementasi sterategi yang
telah dipilih perusahaan.
4.
Evaluasi dan Pengendalian (Valuation
and Control)
Sebagai suatu proses manajemen, model manajemen
sterategis yang dikembangkan oleh Wheelen dan Hunger diakhiri dengan tahapan Evaluasi
dan Pengendalian. Pada tahap evalusi, perusahaan ankan membandingkan
kenerja actual yang dicapai perusahaan dengan standar kinerja. Hasil evaluasi
akan dijadikan dasar bagi perusahaan dalam melakukan pengendalian yaitu apakah
kesengajaan yang terjadi anata kenerja actual dengan kenerja standar masih
berada dalam toleransi ataukah perbedaan antara kinerja actual dengan kinerja
standar sesudah menyimpang sangat jauh sehingga perlu dilakukan tindakan
koreksi.
Hasil
evalusi dan pengendalian selnjutnya akan menjadi umpan balik (feedback) bagi
perusahaan yang memungkinkan perusahaan melakukan perbaikan dalam setiap
langkah proses manajemen sterategi sejak pemindaian lingkungan samapai tahap
evaluasi dan pengendalian.
C.
Model
Manajemen Strategik Menurut Kaplan dan Norton (Balanced Scorecard)
Salah satu tema sentaral yang diajuhkan oleh Kaplan
dan Norton (1996). Dalam model manajemen sterategi yang mereka beri nama The
Balanced Scorecart, adalah sebagaimana perusahaan dapat mengembangkan sterategi
yang bisa diukir sumbangkan terhdap pencapaian tujuan melalui sebuah hubungan
sebab akibat. Kaplan dan Norton berbeda pendapat bila perusahaan tidak bisa
mengukir sterategi yang dibuat. Atau menurut kata-kata Kaplan dan Norton, “if
you can’t measure it. You can’t manage it”. Hal ini juga berarti bila sterategi
yang dikemabangkan perusahaan bila diukur maka secara otomatis perusahaan
kemungkinan besar akan dapat mengelola dengan baik sterategi yang buat
tersebut.
Kaplan dan Norton mengajuhkan the balanced
scorecard sebagai model system manajemen sterategis yang akan menerjemahkan misi
dan steraregi perusahaan menjadi berbagai tujuan (objectives) dan ukuran-ukuran
dalam empat persektif, yaitu:
1.
Perspektif keuangan.
Ukuran financial masih merupahkan salah satu unsur
penting untuk mengukur pencapaian tujuan perusahaan karena ukuran financial
memberikan gambaran ringkas bagi perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan
perusahaan akan memberikan gambaran apakah impelementasi sterategi maupun
pencapaiian tujuan memberikan kontiribusi terhadap perbaikan kondisi keuangan
perusahaan dibadingkan dengan kondisi keuangan
sebelumnya. Tujuan-tujuan keuangan bisa dinyatakan dalam bentuk profitabilitas
yang diukur misalnya dalam bentuk
operatiting income, return on capital employed (ROCE), atau yang saat ini
banyak digunakan dalam bentuk economic value added (EVA).
2.
Perspektif pelanggan.
Dalam kaitannya dengan pelanggan, manajer yang
menjalankan model balanced scorecard (BSC) harus melakuakan indikasi terhadap
penggan maupun segmen-segmen pasar dimana unit bisnis tersebut dalam target
segmen pasar yang telah ditetapkan:
beberapa ukuran hasil yang ditetapkan untuk mengukur kinerja unit bisnis yang
bersangkutan anatara lain adalah: kepuasan pelanggan, retensi pelanggan pada
produk perusahaan, kemampuan meraih pelanggan baru serta besaran pangsa pasar
untuk setiap segmen sasaran.
3.
Perspektif Proses Bisni Internal
Pada bagian ini, para eksekutif perusahaan melakukan
indentifikasi terhadap proses internal perusahaan yang akan memungkinkan
perusahaan.
a.
Memberikan
proposisi nilai yang akan menarik dan mempertahankan pelanggan dari target
segmen pasar tertentu.
b.
Memuaskan
ekspektasi pemegang saham dengan memberikan pengembalian keuangan yang sangat
bagus.
Pengukuran
proses bisnis internal terutama difokuskan ke proses internal perusahaan yang
akan memiliki dampak paling besar terhadap kepuasan pelanggan dan pencapaiian
tujuan keuangan perusahaan. Dalam kaitan ini Kaplan dan Norton memperkenalkan
konsep internal-process value chain, di mana konsep ini mengintegrasikan
inovasi yang akan dilakuakan perusahaan terhadap proses internalnya dengan
memerhatikan kebutuhan konsumen saat ini dan dimasa yang akan dating serta
mencari solusi bagi pemenuhan kebutuhan konsumen dimasa yang akan dating
tersebut.
4.
Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan
Perspektif keempat dalam model BSC adalah
pertumbuhan dan pembelajaran. Dalam perspektif ini, para manajer perusahaan
harus mengidentifikasi barbagai infrasturuktur yang harus dibangun perusahaan
untuk menciptakan pertumbuhan dan perbaikan kinerja secara terus-menerus dalam
jangka panjang. Perusahaan tidak akan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dimasa
yang akan dating bila hanya mengandalkan teknologi dan kemampuan yang dimiki
perusahaan selama ini.
Kemampuan organisasi untuk melakukan
pembelajaran (learding) dan tumbuh (growth) berasal dari tiga sumber, yaitu:
a.
Employee capabilitas (kemampuan karyawan)
b.
Information system capabilitas (kemampuan system informasi)
c.
Organization procedures (prosedur organisasi yang akan memumungkinkan
karyawan memiliki motivasi dan inisiatif dalam kerja).
Kemampauan identifikasi di
atas, maka pengembangan inferasturuktur organisasi juga berkaitan dengan
pengembangan infrasturuktur perusahan yang mencakup pengembangan kemampuan
karyawan, kemampuan system informasi, dan prosedur organisasi secara
berkesinambungan.
D.
Keterkaitan
Antara Tujuan-Tujuan Strategi Dengan Ukuran-Ukuran Strategik
Untuk
mengaitkan sterategi dengan pencapaian tujuan yang hendak dicapai sehingga
keterkaitan tersebut bisa diukur, Kaplan dan Norton mengemukakan dua kondisi
yang akan memungkinkan keterkaitan itu terjadi. Kondisi-kondisi tersebut:
hubungan sebab akibat dan dorongan kerja.
1.
Hubungan Sebab Akibat
Kaplan dan Narton
memandang sterategi sebagai sekumpulan hipotetos mengenai sebab akibat dari
berbagai factor sterategi. Untuk mencapai keterkaitan antara berbagai persektif
terhadap pencapaian tujuan perusahaan, barbagai factor sterategi pada setiap
perspektif dikaitkan dengan factor sterategi lainya melalui suatu hubungan
sebab akibat yang dapat diuji validitasnya.
Kaplon dan Narton
menggambarkan sebab akibat tersebut, dengan hubungan keempat persektif, yang
mencakup perspektif keuangan, pelnggan, proses bisnis internal serta pembelajaran
dan pertumbuhan.
2.
Pendorong Kinerja
Model balanced merumuskan
strategi tidak hanya dalam bentuk hasil yang terukur (Kapalan dan Narton
menyebutnya sebagai lag indecators) melainkan harus menggambarkan pula berbagai
faktor yang dapat pendorong kinerja di masa yang akan datang ( performance driver-
atau yang disebut dengan Kaplan dan Norton sebagai lead indicator). Model yang
hanya memasukkan ukuran hasil (0utcome measures) tanpa memperhitungkan
pendorong kinerja tidak akan dapat menjelaskan bagaimana hasil yang diharapkan
akan bisa dicapai dalam jangka panjang. Demikian halnya pencantuman pendorong
kinerja tanpa hasil yang terukur bisa mengakibatkan perbaikan kinerja dalam
jangka pendek tetapi tidak akan mampu menjelaskan apakah perbaikan kinerja
tersebut memadai untuk mencapai peningkatan kinerja keuangan.
Dalam hal ini perusahaan
Metro Bank (Kaplan dan Norton, 1996: 151) dihadapkan pada dua persoalan utama:
1.
Penghasilan
perusahaan terlalu bertumpu pada satu jenis produk (deposito)
2.
Struktur biaya
di dalam perusahaan menjadikan perusahaan mengalami kerugian karena harus
melayani 80% penggan yang ada pada tingkat bunga yang berlaku saat ini.
Sterategi
yang dipilih oleh Metro Bank untuk mengatasi permasalahan tersebut terdiri dari
dua sterategi, yatu:
1.
Revenue
growth. Sterategi ini ditempuh melalui pengurangan volatilitas pendapat dengan
memperluas sumber penghasilan baru melalui penambahan produk yang ditawarkan
kepada pelanggan saat ini.
2.
Productivity,
melalui peningkatan efesiensi dengan meningkatkan salauran pelayanan pelanggan
yang tidak menguntungkan kepada seluruh pelayanan baru yang lebih hemat
biayanya, (misalnya melalui electronic banking).
BAB
III
KESIMPULAN
Pemakalah
membuat kesimpulan dengan memotret kembali pembahasan dari masing-masing subbab
yang telah penulis paparkan diatas. Dengan ini penulis membuat kesimpulan.
1. Pendekatan manajemen strategic yang ada sekarang, pada dasarnya
sudah mengalami beberapa 4 fase perkembangan:
No
|
tahun
pase perkembangan
|
perkembangan
|
1.
|
tahun 1950 – an
|
saat
itu para pelaku pembisnis waktu itu merasa membutuhkan pendekatan yang
sistematis kemana harus mengarahkan bisnis kemasa datang. Sedangkan suatu proses yang di lakukan oleh
seorang manager adalah peencanaan strategi.
|
2.
|
ke kurun waktu 1970-an
tahun 70-an
|
waktu
itu telah di sadari bahwa kalau perusahaan menginginkan kesuksesan secara
terus menerus, maka perusahaan tersebut harus mentrasfortasikan
kapabilitasnya yang di miliki dan di sesuaikan dengan kondisi
lingkungan. Jadi proses perencaan kapabilitas
ini di gunakan menyesuaikan yang diperlukan untuk mendukung dan membentuk
strategi baru.
|
3.
|
|
masa
– masa ini para pelaku bisnis sudah mulai merasakan bahwa perubahan –
perubahan yang terjadi di sekitar atau terjadi pada masyarakat lebih tepatnya
dan lingkungan, terjadi lebih sering dan terkadang sulit di perkirakan. Tahap
ini di sebut issue management, karena di tahap ini mencoba untuk memberikan
prioritas perhatian pada hal – hal yang mengganggu perusahaan.
|
4
|
Era
tahun 1990 sampai sekarang
|
pengembanagan
di era itu, banyak perusahaan berskala besar merasakan manfaat dari penerapan
manajeman sterategis. Hal ini disebabkan anatara lain karena konsep manajemen
sterategi telah mengalami penyempurnaan dibidang konsep pendahuluannya,
perencanaan sterategis.
|
2.
Wheelen dan Hunger, model manajemen
sterategis terdiri dari empat tahap proses yaitu: environmental scanding, sterategy formulation, sterategy
impelementation dan evaluation and control.
3.
Kaplan dan
Norton mengajuhkan the balanced scorecard sebagai model system manajemen
sterategis yang akan menerjemahkan misi dan steraregi perusahaan menjadi
berbagai tujuan (objectives) dan ukuran-ukuran dalam empat persektif yaitu:
pertama, Perspektif keuangan, yang kedua persektif keuangan, yang
ketiga perspektif proses bisnis internal dan yang keempat persektif
pembelajaran dan pertumbuhan.
4.
mengaitkan
sterategi dengan pencapaian tujuan yang hendak dicapai sehingga keterkaitan
tersebut bisa diukur, Kaplan dan Norton mengemukakan dua kondisi yang akan
memungkinkan keterkaitan itu terjadi. Kondisi-kondisi tersebut: hubungan sebab
akibat dan dorongan kerja.
BAB IV
DAFTAR PUTAKA
Mannan
Abdul, Sterategi Pemenangan Dakwah,
(Sukmajaya, Depok Jawa Barat: MC Publishing: 2005)
Muhammad
Suwartono, Manajemen Sterategik Konseo
dan Kasus, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemn YKPN, 2008)
Sholihin
Ismail, Manajemen Sterategik,
(Jakarta: Erlangga, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar