Kamis, 05 Februari 2015

MODEL MANAJEMEN STERATEGIK













MAKALAH
MODEL MANAJEMEN STERATEGIK
Matakuliah         : Manajemen Strategik Organisasi Dakwah

Diajukan Kepada Jurusan Dakwah Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam (KPI)
Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL)







 
















Oleh :

Naharuddn
NIM : 201131110016

JURUSAN DAKWAH
(KPI)   PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL-HAKIM SURABAYA
2014/2015

 
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Konsep manajemen Sterategis
Pendekatan manajemen strategic yang ada sekarang, pada dasarnya sudah mengalami beberapa fase perkembangan menurut Ansoff dan McDonnel (1990) hinggan tahun 1990 terbentuklah menjadi empat tahapan. Bentuk awalnya di mulai pada tahun 1950 – an, saat para pelaku pembisnis waktu itu merasa membutuhkan pendekatan yang sistematis kemana harus mengarahkan bisnis kemasa datang.  Sedangkan suatu proses yang di lakukan oleh seorang manager adalah perencanaan strategi.
Kemudian seperti di sampaikan oleh Ansoff dan McDonnel (1990), bentuk ke dua mulai berkembang ke kurun waktu 1970-an, waktu itu telah di sadari bahwa kalau perusahaan menginginkan kesuksesan secara terus menerus, maka perusahaan tersebut harus mentrasfortasikan kapabilitasnya yang di miliki dan di sesuaikan dengan kondisi lingkungan.  Jadi proses perencaan kapabilitas ini di gunakan menyesuaikan yang diperlukan untuk mendukung dan membentuk strategi baru.
Tahab yang ke tiga, terjadi pada tahun 1970 – an, pada masa – masa ini para pelaku bisnis sudah mulai merasakan betapa bahwa perubahan – perubahan yang terjadi di sekitar atau terjadi pada masyarakat lebih tepatnya dan lingkungan, terjadi lebih sering dan terkadang sulit di perkirakan. Hal – hal semacam ini memeng memerlukan suatu penanganan  yang dapat membut perusahaan siap menghadapi dan mengantisipasi perubahan yang terjadi, tahap ini di sebut issue management, karena di tahap ini mencoba untuk memberikan prioritas perhatian pada hal – hal yang mengganggu perusahaan.
Tahap yang ke empat, adalah suatu tahap di mana orang sudah menyadari, meskipun tahap – tahap yang di lakukan pada tahap – tahap sebelumnya di rasa perlu, ada resistensi dalam organisasi sendiri untuk menjalan kan strategic. Karene itu, pada saat ini pembahasan di tekankan pada pengelolaan perubahan – perubahan, mulai untuk organisasi – organisasi yang sederhana hingga organisasi yang kompleks.
Wheelen dan Hunger menjelaskan perkembangan konsep manajen sterategis melalui emapat tahapan sebagai berikut:

Tahap 1: perencanaan Keuangan Dasar
Pada tahab ini manajer mulai membuat perencanaan yang serius terutama pada saat mereka diminta mengajuhkan aggaran untuk tahun berikutnya. Proyeksi-priyeksi diusulkan tanpa didukung dengan analis yang memadai dan sebagaian informasi yang digunakan untuk analisis berasal dari dalam peubahan.
Rencana operasional yang sangat sederhana ini hanya merupakan bentuk manaejemen sterategis yang semu meski untuk mempersiapkannya sangat menghabiskan waktu. Aktivitas normal perusahaan biasanya tertunda beberapa minggu sewaktu para manajer memeras ide untuk mengusulkan anggaran baru tersebut. Jangka waktu untuk perencanaan ini biasanya berlaku satu tahun.
Tahap 2: Perencanaan Perbasis Peramalan
Karena membuat anggran tahunan dianggapkurang berguna dalam menstimulasi perencanaan jangka panjang, maka para manajer selanjutnya berupaya untuk mengajuhkan rencana lima tahun. selain menggunakan informasi internal unutk  membuat perencanaan  jangka panjang, para manajerpun berupaya untuk mengumpulkan berbagai informasi dari lingkungan perusahaan. Berdasarkan informasi-informasi yang dimiliki, para manajer berusaha membuat ekstrapolasi terhadap tren yang ada saat ini ke jangka waktu lima tahun mendatang.
Tahap ini juga sangat menyita waktu, seringkali penyusunan rencana ini menguras aktivutas menajer selama satu bulan penuh untuk memastikan bahwa anggaran yang diajuhkan cocok satu dengan yang lainnya. Proses pembuatan rencana ini bisa memiliki nuansa politik yang sangat kental terutama apabila rencana yang dibuat akan melibatkan unutk mengevaluasi proses anggaran di mana masing-masing pihak berusaha mencari pembenaran terhadap asumsi-asumsi yang mereka buat. Jangka waktu untuk perencanaan ini biasanya belaku untuk tiga sampai lima tahun.
Tahapan 3: Perencanaan Sterategi
Frustasi dengan situasi konfilik politik di dalam prusahaan, sementara pada saat yang sama diperoleh suatu kenyataan bahwa rencana lima tahunan yang dibuat tidak berjalan efektif. Maka manajemen puncak selanjutnya mengambil kendali terhadap proses perencanaan dengan memulai kegiatan perencamaan sterategis melalui kegiatan ini perusahaan berusaha untuk mengikatkan kemapuannya dalam memberikan tanggapan terhadap perubahan pasar dan persaingan dengan melakukan proses berpikir secara sterategis.
Kegiatan perencanaan diambil alih dari manajer yang memiliki level rendah dan mengonsentarasikan pembuatan rencana kepada apara staf perencanaan (Planning Staff). Perusahaan sering sekali juga menggunakan tenaga konsultan yang memberikan berbagai teknik baru dan inovatif yang akan digunakan oleh para staf perencanaan unutk mengumpulkan informasi dan memperkirakan kecenderungan dimasa akan dating. Selain konsultan perubahan juga banyak memanfaatkan jasa mantan ahli sterategi militer unutk membentuk unit intelejen persaingan.
Konsep perencanaan sterategis didasari oleh pemikiran bagaimana perusahaan membuat perencanaan jangka panjang dengan memikirkan perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam lingkungan perusahaan selama beberapa tahun mendatang. Setelah perusahaan berhasil meramalkan perubahan-perubahan tersebut, perusahaan selanjutnya akan menyesuiakan sumber daya internal yang harus dimili unutk memamfaatkan peluang usaha yang ada dilingkungan eksternal seta mengadaptasi beberapa ancaman yang akan dihadapi perusahaan dalam jangaka panjang.
Sebagai sebuah model perencanaan, perencanaan sterategis mengalami pasang surut. Model ini perna sangat popular di tahun 1970-an dan mulai bangyak ditinggalkan diakhir 1980-an setelah banayk perusahaan yang besar (misalnya di Amerka Serikat) tidak dapat meningkatkan kinerja secara signifikan dengan model perencanaan ini. Selain itu model perencanaan sterategis unutk sementara waktu kalah bersaing dengan model Porter maupun model Hamer dan Prahalad atau model perencanaan laiinya yang mampu member jawaban diatas perencanaan perusahaan janagka panjang untuk meraih keunggulan kompotitip yang tercermin dari peningkatan posisi kompotitif perusahaan pasar.
Tahapan 4: Manajemen Sterategis
Menyadari bahwa rencana sterategis terbaikpun tidak akan berguna tanpa adanya input dan komitmen dari manajemen dilevel yang lebih renda, maka manajemen puncak pada tahapan selanjutnya membuat kelompok rencana yang terdiri dari para manajer dan karjawan bunci pada berbagai jenjang manajemen yang berasal dari berbagai departemen dan kelompok kerja. Mereka mengembangkan dan menginterasikan serangkaian rencana sterategis dengan tujuan mencapai tujuan utama perusahaan.
Konsep manajemen sterategis memperoleh momentum keberhasilan sebagai model pengembanagan sterategi perusahaan di era tahun 1990-an dimana banyak perusahaan berskala besar merasakan manfaat dari penerapan manajeman sterategis. Hal ini disebabkan anatara lain karena konsep manajemen sterategi telah mengalami penyempurnaan dibidang konsep pendahuluannya, perencanaan sterategis. Beberapa perbaikan yang dilakukan anatra lain:
Konsep manajen sterategi menekankan pada scenario masa depan yang paling mungkin untuk dicapai dengan disertai sterategi kontijensi untuk setiap scenario. Dalam hal ini rencana sterategis lima tahunan talah diganti dengan pemikiran sterategis pada segenap jenjang organisasi, dimana proses berpikir secara sterategis ini dilakukan sepanjang tahun. sementara dalam konsep perencanaan sterategis, manajemen puncak lebih menekankan usahanya untuk peramalan masa depan secara sempurna dan merumuskan sterategis berdasarkan peramalan tersebut di mana peramalan yang dimaksud memiliki horizon waktu jangka panjang (pada saat itu horizon waktu yang diperhitungkan adalah 5 tahun atau lebih).
Dalam pelaksanaanya kegiatan manajemen sterategis melibatkan manajer-manajer dari level yang lebij rendah personal kunci (key personnel) dalam pengembangan rencana sterategis. Hal ini bertujuan agar perencanaan sterategi yang dibuat mendapatkan komitmen secara luas dari sumber daya manusia perusahaan. Dengan demikian kendati manajemen puncak masi merupakan pihak yang mengambil inisiatif bagi pembuatan rencana sterategis, tetapi sterategi yang diusulkan bisa datang dari bagian manapun  di dalam organisasi perusahaan. Hal ini berbeda degan penerapan konsep perencanan sterategis, diama pembuatan rencana sterategis hanya dilakukan oleh manajemen puncak perusahaan, sehingga sterategi yang muncul juga didominasi oleh sterategi yang berasal dari manajemen puncak.
Dalam manajemen sterategis terjadi penyebaran informasi sterategi secara lebih luas kepada para manajer dan personel kunci dari berbagai level manajerial yang terlibat dalam pembuatan rencana stetrategis. Hal ini berbeda dengan kegiatan rencana sterategis di mana informasi sterategis hanya dimiliki oleh pimimpin puncak perusahaan.  


B.     Model Strategik Menurut Wheelen dan Hunger
Wheelen dan Hunger, model manajemen sterategis terdiri dari empat tahap proses yaitu: environmental scanding, sterategy formulation, sterategy impelementation dan evaluation and control.
1.         Pemindahan Lingkungan (Environmental Scanding).
Pemindahan Lingkungan (environmental scanding) yaitu sesuatu kegiatan pemantau (menitoring), pengevaluasian serta penyebaran informasi yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan kepada personel kunci (key People) di dalam perusahaan. Kegiatan ini diatas pemindaian lingkungan terhadap lingkungan eksternal peusahaan yang dikelompokkan oleh Wheelen dan Hunger sebagai societal environment dan task environment.
a.     Societal environment
Societal environment yaitu lingkungan eksternal perusahaan yang tidak dapat memberi pengaruh terhadap impelementasi sterategi perusahaan dalam jangka pendek, tetapi akan mempengaruhi keberhasilan impelementasi sterategi perusahaan dalam jangka panjang. Di dalamnya mencakup analisis terhadap variable-variabel ekonomi, teknologi, politik dan hokum serta sosialnya.
b.    Task Environment
Task environment adalah sebagau elemen atau kelompok lingkungan eksternal perusahaan yang dipengaruhi secara langsung oleh tindakan perusahaan dan oleh karenanya akan memengaruhi perusahaan. Termasuk kedalam task environment anatara lain: para pemasok, para pelanggan, para pesaing, komunikasi local, kelompok kepentingan khusus, assosiali perdagangan dan pemerintah.
2.         Formulasi Sterategi (Sterategy Formulation)
Pada tahap formulasi sterategi perusahaan secara berkala mengkaji kembali misi dan tujuan perusahaan serta merumuskan sterategi yang sesuai dengan misi dan tujuan perusahaan tersebut. Misi dan tujuan perusahaan dapat mengalami perubahan sisial dengan sterategi yang dilih oleh perusahaan.
            Sebagai contoh perusahaan yang melakukan perubahan secara radikal dapat mengubah visi, misi dan tujuan perusahaan sesuai dengan strategi yang dipih oleh pemimpin perusahaan. Hal ini terjadi pada Samsung Kun Hee Lee di erah tahun 1993-an diman Kun Hee Lee mengubah Samsung secara radikal dari perusahaan yang biasanya memperoduksi “me-too Product” menjadi perusahaan penghasil produk-produk inovatif dengan menggunakan teknologi mutakhir.
            Perusahaan misi dan tujuan perusahaan secara mendasar akibat perubahan sterategi peusahan juga terjadi pada Nokia, dimana pada awalnya nokia memiliki bisnis inti dalam industry diapers, rubber boosts dan kertas. Tetapi dengan adanya peluang usaha yang jauh lebih menarik di bidang usaha tetepon seluler maka perusahaan ini selanjutnya mengubah bisnis initnya (yang sekaligus juga akan mengubah misi dan tujuan perusahaan) menjadi usaha dibidang produksi telepon genggam.
            Sebagaimana halnya misi dan tujuan perusahaan dapat mengalami perubahan karena sterategi perusahaan berubah, demikian halnya denga sterategipun dapat berubah disesuikan dengan tujuan perusahaan yang baru. Dengan demikian formulasi sterategi akan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Selain merumuskan misi, tujuan dan sterategi yang saling memiliki kesesuaian satu sama lain, perusahaan juga harus merumuskan kebijakan yang akan menjadi panduan bagi seluruh sember daya manusia perusahaan melakukan impelementasi sterategi baik pada tingkat karporasi, fingsional, maupun unit usaha.
3.         Impelementasi Sterategi (Sterategy Impelementation)
Tujuan dan sterategi perusahaan yang telah dibuat akan dapat diimpelementasikan dengan baik apabila tujuan dan sterategi tersebut dituangkan kedalam rangkaian kegiatan dalam bentuk program yang terjadwal dengan jelas memperoleh alokasi sember daya yang memadai yang telah dituangkan dalam benntuk anggaran (budget) yang akan mendukung setiap program.
            Program-program yang dibuat oleh perusahaan selanjutnya harus didikung dengan prosedur yang menjelaskan secara rinci sebagaimana suatu kegiatan atau pekerjaan yang harus dilakukan. Prosedur akan menjelaskan berbagai aktifitas yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu program. Selain itu perusahaan harus mengembangkan sturuktur organisasi yang akan memudahkan impelementasi sterategi yang telah dipilih perusahaan.

4.         Evaluasi dan Pengendalian (Valuation and Control)
Sebagai suatu proses manajemen, model manajemen sterategis yang dikembangkan oleh Wheelen dan Hunger diakhiri dengan tahapan Evaluasi dan Pengendalian. Pada tahap evalusi, perusahaan ankan membandingkan kenerja actual yang dicapai perusahaan dengan standar kinerja. Hasil evaluasi akan dijadikan dasar bagi perusahaan dalam melakukan pengendalian yaitu apakah kesengajaan yang terjadi anata kenerja actual dengan kenerja standar masih berada dalam toleransi ataukah perbedaan antara kinerja actual dengan kinerja standar sesudah menyimpang sangat jauh sehingga perlu dilakukan tindakan koreksi.
            Hasil evalusi dan pengendalian selnjutnya akan menjadi umpan balik (feedback) bagi perusahaan yang memungkinkan perusahaan melakukan perbaikan dalam setiap langkah proses manajemen sterategi sejak pemindaian lingkungan samapai tahap evaluasi dan pengendalian.
C.    Model Manajemen Strategik Menurut Kaplan dan Norton (Balanced Scorecard)
Salah satu tema sentaral yang diajuhkan oleh Kaplan dan Norton (1996). Dalam model manajemen sterategi yang mereka beri nama The Balanced Scorecart, adalah sebagaimana perusahaan dapat mengembangkan sterategi yang bisa diukir sumbangkan terhdap pencapaian tujuan melalui sebuah hubungan sebab akibat. Kaplan dan Norton berbeda pendapat bila perusahaan tidak bisa mengukir sterategi yang dibuat. Atau menurut kata-kata Kaplan dan Norton, “if you can’t measure it. You can’t manage it”. Hal ini juga berarti bila sterategi yang dikemabangkan perusahaan bila diukur maka secara otomatis perusahaan kemungkinan besar akan dapat mengelola dengan baik sterategi yang buat tersebut.
   Kaplan dan Norton mengajuhkan the balanced scorecard sebagai model system manajemen sterategis yang akan menerjemahkan misi dan steraregi perusahaan menjadi berbagai tujuan (objectives) dan ukuran-ukuran dalam empat persektif, yaitu:
1.         Perspektif keuangan.
Ukuran financial masih merupahkan salah satu unsur penting untuk mengukur pencapaian tujuan perusahaan karena ukuran financial memberikan gambaran ringkas bagi perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan akan memberikan gambaran apakah impelementasi sterategi maupun pencapaiian tujuan memberikan kontiribusi terhadap perbaikan kondisi keuangan perusahaan dibadingkan dengan kondisi  keuangan sebelumnya. Tujuan-tujuan keuangan bisa dinyatakan dalam bentuk profitabilitas yang diukur misalnya dalam  bentuk operatiting income, return on capital employed (ROCE), atau yang saat ini banyak digunakan dalam bentuk economic value added (EVA).
2.         Perspektif pelanggan.
Dalam kaitannya dengan pelanggan, manajer yang menjalankan model balanced scorecard (BSC) harus melakuakan indikasi terhadap penggan maupun segmen-segmen pasar dimana unit bisnis tersebut dalam target segmen pasar  yang telah ditetapkan: beberapa ukuran hasil yang ditetapkan untuk mengukur kinerja unit bisnis yang bersangkutan anatara lain adalah: kepuasan pelanggan, retensi pelanggan pada produk perusahaan, kemampuan meraih pelanggan baru serta besaran pangsa pasar untuk setiap segmen sasaran.
3.         Perspektif Proses Bisni Internal
Pada bagian ini, para eksekutif perusahaan melakukan indentifikasi terhadap proses internal perusahaan yang akan memungkinkan perusahaan.
a.             Memberikan proposisi nilai yang akan menarik dan mempertahankan pelanggan dari target segmen pasar tertentu.
b.            Memuaskan ekspektasi pemegang saham dengan memberikan pengembalian keuangan yang sangat bagus.
Pengukuran proses bisnis internal terutama difokuskan ke proses internal perusahaan yang akan memiliki dampak paling besar terhadap kepuasan pelanggan dan pencapaiian tujuan keuangan perusahaan. Dalam kaitan ini Kaplan dan Norton memperkenalkan konsep internal-process value chain, di mana konsep ini mengintegrasikan inovasi yang akan dilakuakan perusahaan terhadap proses internalnya dengan memerhatikan kebutuhan konsumen saat ini dan dimasa yang akan dating serta mencari solusi bagi pemenuhan kebutuhan konsumen dimasa yang akan dating tersebut.

4.            Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Perspektif keempat dalam model BSC adalah pertumbuhan dan pembelajaran. Dalam perspektif ini, para manajer perusahaan harus mengidentifikasi barbagai infrasturuktur yang harus dibangun perusahaan untuk menciptakan pertumbuhan dan perbaikan kinerja secara terus-menerus dalam jangka panjang. Perusahaan tidak akan dapat memenuhi kebutuhan konsumen dimasa yang akan dating bila hanya mengandalkan teknologi dan kemampuan yang dimiki perusahaan selama ini.
        Kemampuan organisasi untuk melakukan pembelajaran (learding) dan tumbuh (growth) berasal dari tiga sumber, yaitu:
a.                Employee capabilitas (kemampuan karyawan)
b.               Information system capabilitas (kemampuan system informasi)
c.                Organization procedures (prosedur organisasi yang akan memumungkinkan karyawan memiliki motivasi dan inisiatif dalam kerja).
Kemampauan identifikasi di atas, maka pengembangan inferasturuktur organisasi juga berkaitan dengan pengembangan infrasturuktur perusahan yang mencakup pengembangan kemampuan karyawan, kemampuan system informasi, dan prosedur organisasi secara berkesinambungan.
D.    Keterkaitan Antara Tujuan-Tujuan Strategi Dengan Ukuran-Ukuran Strategik
Untuk mengaitkan sterategi dengan pencapaian tujuan yang hendak dicapai sehingga keterkaitan tersebut bisa diukur, Kaplan dan Norton mengemukakan dua kondisi yang akan memungkinkan keterkaitan itu terjadi. Kondisi-kondisi tersebut: hubungan sebab akibat dan dorongan kerja.
1.      Hubungan Sebab Akibat
Kaplan dan Narton memandang sterategi sebagai sekumpulan hipotetos mengenai sebab akibat dari berbagai factor sterategi. Untuk mencapai keterkaitan antara berbagai persektif terhadap pencapaian tujuan perusahaan, barbagai factor sterategi pada setiap perspektif dikaitkan dengan factor sterategi lainya melalui suatu hubungan sebab akibat yang dapat diuji validitasnya.
Kaplon dan Narton menggambarkan sebab akibat tersebut, dengan hubungan keempat persektif, yang mencakup perspektif keuangan, pelnggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
2.      Pendorong Kinerja
Model balanced merumuskan strategi tidak hanya dalam bentuk hasil yang terukur (Kapalan dan Narton menyebutnya sebagai lag indecators) melainkan harus menggambarkan pula berbagai faktor yang dapat pendorong kinerja di masa yang akan datang ( performance driver- atau yang disebut dengan Kaplan dan Norton sebagai lead indicator). Model yang hanya memasukkan ukuran hasil (0utcome measures) tanpa memperhitungkan pendorong kinerja tidak akan dapat menjelaskan bagaimana hasil yang diharapkan akan bisa dicapai dalam jangka panjang. Demikian halnya pencantuman pendorong kinerja tanpa hasil yang terukur bisa mengakibatkan perbaikan kinerja dalam jangka pendek tetapi tidak akan mampu menjelaskan apakah perbaikan kinerja tersebut memadai untuk mencapai peningkatan kinerja keuangan.
Dalam hal ini perusahaan Metro Bank (Kaplan dan Norton, 1996: 151) dihadapkan pada dua persoalan utama:
1.      Penghasilan perusahaan terlalu bertumpu pada satu jenis produk (deposito)
2.      Struktur biaya di dalam perusahaan menjadikan perusahaan mengalami kerugian karena harus melayani 80% penggan yang ada pada tingkat bunga yang berlaku saat ini.
Sterategi yang dipilih oleh Metro Bank untuk mengatasi permasalahan tersebut terdiri dari dua sterategi, yatu:
1.         Revenue growth. Sterategi ini ditempuh melalui pengurangan volatilitas pendapat dengan memperluas sumber penghasilan baru melalui penambahan produk yang ditawarkan kepada pelanggan saat ini.
2.         Productivity, melalui peningkatan efesiensi dengan meningkatkan salauran pelayanan pelanggan yang tidak menguntungkan kepada seluruh pelayanan baru yang lebih hemat biayanya, (misalnya melalui electronic banking).




BAB III
KESIMPULAN
Pemakalah membuat kesimpulan dengan memotret kembali pembahasan dari masing-masing subbab yang telah penulis paparkan diatas. Dengan ini penulis membuat kesimpulan.
1.      Pendekatan manajemen strategic yang ada sekarang, pada dasarnya sudah mengalami beberapa 4 fase perkembangan:
No
tahun pase perkembangan
perkembangan
1.
tahun 1950 – an
saat itu para pelaku pembisnis waktu itu merasa membutuhkan pendekatan yang sistematis kemana harus mengarahkan bisnis kemasa datang.  Sedangkan suatu proses yang di lakukan oleh seorang manager adalah peencanaan strategi.

2.
ke kurun waktu 1970-an

tahun 70-an
waktu itu telah di sadari bahwa kalau perusahaan menginginkan kesuksesan secara terus menerus, maka perusahaan tersebut harus mentrasfortasikan kapabilitasnya yang di miliki dan di sesuaikan dengan kondisi lingkungan.  Jadi proses perencaan kapabilitas ini di gunakan menyesuaikan yang diperlukan untuk mendukung dan membentuk strategi baru.

3.

masa – masa ini para pelaku bisnis sudah mulai merasakan bahwa perubahan – perubahan yang terjadi di sekitar atau terjadi pada masyarakat lebih tepatnya dan lingkungan, terjadi lebih sering dan terkadang sulit di perkirakan. Tahap ini di sebut issue management, karena di tahap ini mencoba untuk memberikan prioritas perhatian pada hal – hal yang mengganggu perusahaan.

4
Era tahun 1990 sampai sekarang
pengembanagan di era itu, banyak perusahaan berskala besar merasakan manfaat dari penerapan manajeman sterategis. Hal ini disebabkan anatara lain karena konsep manajemen sterategi telah mengalami penyempurnaan dibidang konsep pendahuluannya, perencanaan sterategis.

2.         Wheelen dan Hunger, model manajemen sterategis terdiri dari empat tahap proses yaitu: environmental scanding, sterategy formulation, sterategy impelementation dan evaluation and control.
3.         Kaplan dan Norton mengajuhkan the balanced scorecard sebagai model system manajemen sterategis yang akan menerjemahkan misi dan steraregi perusahaan menjadi berbagai tujuan (objectives) dan ukuran-ukuran dalam empat persektif yaitu: pertama, Perspektif keuangan, yang kedua persektif keuangan, yang ketiga perspektif proses bisnis internal dan yang keempat persektif pembelajaran dan pertumbuhan.
4.         mengaitkan sterategi dengan pencapaian tujuan yang hendak dicapai sehingga keterkaitan tersebut bisa diukur, Kaplan dan Norton mengemukakan dua kondisi yang akan memungkinkan keterkaitan itu terjadi. Kondisi-kondisi tersebut: hubungan sebab akibat dan dorongan kerja.


BAB IV
DAFTAR PUTAKA
Mannan Abdul, Sterategi Pemenangan Dakwah, (Sukmajaya, Depok Jawa Barat: MC Publishing: 2005)
Muhammad Suwartono, Manajemen Sterategik Konseo dan Kasus, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemn YKPN, 2008)
Sholihin Ismail, Manajemen Sterategik, (Jakarta: Erlangga, 2012)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar