Minggu, 23 Maret 2014

Peranan dan Efek Komunikasi Massa


Peranan dan Efek Komunikasi Massa Disampaikan dan Didiskusikan
di Kelas pada Mata Kuliah Komunikasi Massa

Oleh:
Naharuddin
NIM : 201131110016
Dosen Pengampu:
Alim Puspianto, S.Sos.I., M.Kom.I



Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Jurusan Dakwah
Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim
Pondok Pesantren Hidayatullah
Surabaya
2014

Bab I
Pengantar
A.   Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.
Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.[1]
Sekarang ini komunikasi massa sangatlah penting untuk dikaji dan dipelajari, mengapa? Karena, kita hidup di zaman teknologi, era digital, dan yang serba canggih dan instan. Tentu, jika kita tidak menggajinya akan membawa hal yang ‘kurang’ pada diri kita. Karena pada dasarnya dalam mengkaji ilmu tentang medi massa, kita akan jadi tahu segala hal mengenai media massa.
Teruma yang kita akan bahas kali, yaitu peranan dan efek media massa. Segala sesuatunya tentu mempunyai efek. Tak, terkecuali media massa. Baik itu efek buruk atau efek baik. Nah, harapan kita adalah dengan mengkaji peranan dan efek komunikasi massa ini, ita akan menjadi tahu tentang efek, sehingga nantinya kita dapat memilah-milah dan berhahati-hati mngguanakan alat komuikasi massa. Agar dampak negative kita dapat pahami dan bisa kita hindari ssemasiamal mungkin. Di sisi lain juga kita dapat sisi baiknya alat komunikasi massa.



Bab II
Pembahasan

1.     Peran Media Massa
Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agen of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan.  Ini adalah paradigma utama media massa. Dalam menjalankan paradigmanya media massa berperan:
  1. sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi.  Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju.
  2. media massa menjadi media informasi bagi masyarakat. Dengan banyak informasi masyarakat menjadi lebih mampu berpartisipasi dalam setiap aktivitasnya.
  3. media massa sebagai media hiburan.  Sebagai agent of change, media massa juga menjadi institusi budaya, menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya.

2.     Efek Media Massa

A.    Jenis-jenis efek
Efek Komunikasi massa dibagi menjadi beberapa bagian. Secara sederhana Keith R. Stamm dan John E. Bowes (1990) membagi kedua bagian dasar.
1.      Efek Primer
-Terpaan
-Perhatian
-Pemahaman
2.      Efek Sekunder
-Perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap)
-Perubahan Perilaku (menerima dan memilih)

1.      Efek Primer
Yang pertama kali kita singgung di sini ialah pengertian dan maksud primer. Kita tentu pernah mendengar kata kebutuhan primer. Ya, kebutuhan primer ialah kebutuhan yang sangat mendasar dan harus ada atau wajib ada. Kebutuhan primer berupa bahan pangan misalnya nasi, air minum dan udara, yang bila mana tidak ada semua itu kita akan mati.
Begitu pula dengan di dalam komunikasi massa ada namanya efek dan efek ini terbagi lagi. Efek primer adalah salah satu diantara efek ini.
Ketika kita mengatakan bahwa ada proses komunikasi yang terjadi dalam sehari-hari kita. Sehingga tidak secara tidak langsung kita juga mengatakan ada efek komunikasi yang sedang terjadi. Jadi, betapa tidak akan bisa lepas begitu saja dari efek yang terjadi di sekitar kita.
Tadi itu, efek komunikasi. Lalu, bagaimana dengan komunikasi massa. Apakah komunikasi massa mempunyai efek?
Jika dalam hidup kita sehari-hari tidak bisa lepas dari komunikasi massa, berarti efek yang di timbulkan nyata terjadi. Bisa dikatakan secara sederhana bahwa eferk primer terjadi jika ada orang mengatakan telah terjadi proses komunikasi terhadap objek yang dilihatnya.
Sama seperti kita yang memerhatikan orang yang sedang berbicara, ketika kita memerhatikan, berarti ada efek primer yang sedang terjadi pada diri kita. Ketika di radio diberitakan tentang kecelakaan beruntung di jalan tol dan kita tertarik mendengarkannya, efek primer juga melekat pada diri kita. Bahkan jika kita memahami apa yang disiarkan media massa itu sama saja semakin kuat efek primer terjadi.[2]

2.      Efek Sekunder
Yang kedua, efek sekunder. Efek ini merupakan kebalikan dari efek primer. Sebenarnya ada banyak efek yang ditimbulkan oleh saluran komunikasi massa, tetapi dalam efek sekunder kita akan mencoba membahas efek kegunaan dan kepuasaan tersebut. Di samping itu, efek ini lebih diyakini menggambarkan realitas kongkret yang terjadi di masyarakat. Jadi, uses and gratification merupakan salah satu bentuk efek sekunder.
Akhir-akhir ini, salah satu cara yang paling populer untuk melihat pengaruh komunikasi adalah dengan memakai efek “kegunaan dan kepuasan”. Mengikuti pnedapat Swanson (1979) ide dasar yang melatarbelakangi efek ini adalah bahwa “audience” aktif di dalam memanfaatkan media massa. Individu tidak secara spontan dan merespons pesan-pesan media massa seperti yang dikemukakan dalam efek peluru atau jarum hipodermik (audience dianggap pasif). Dengan kata lain, individu menggunakan isi media tersebut untuk memenuhi tujuan mereka di dalam usaha menikmati media massa. Tujuan tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan individu masing-masing. Jika kebutuhan sudah terpenuhi melalui saluran komunikasi massa, berarti individu mencapai tingkat “kepuasaan”.
Menurut John R. Bittner (1996),fokus utama efek ini adalah tidak hanya bagaimana media memengaruhi audience, tetapi juga bagaimana audience mereaksi pesan-pesan media yang sampai pada dirinya. Faktor interaksi yang terjadi antar-individu akan ikut memengaruhi pesan yang diterima. Ini jelas bertolak belakang dengan asumsi efek peluru atau jarum hipodemik. Semua itu bisa dibingkai dengan pertanyaan tidak saja, “apa yang dikerjakan pada audience?”, tetapi yang lebih penting ialah “Apa yang dikerjakan audience pada media?”[3]
Stamm dan kawan-kawan (1976) pernah mencoba melihat mengapa orang-orang membaca surat kabar. Stamm mengamati tradisi orang-orang yang awalnya bukan pelanggan surat kabar kemudian menjadi pelanggan. Seorang pendatang di suatu kompleks perumahan yang awalnya bukan pelanggan akan menjadi pelanggan sebuah surat kabar untuk memenuhi kebutuhan informasi di tempat barunya atau untuk memenuhi kebutuhan sosial di lingkungan yang baru tersebut. Apalagi bagi mereka yang mempunyai sifat individualisme yang tinggi. Semakin tinggi sifat individualisme seseorang, kebutuhan untuk berlangganan surat kabar semakin besar. Alasannya, mereka sudah cukup terpuaskan mengetahui banyak informasi lingkungan yang baru dari surat kabar.

B.     Faktor- faktor yang Mempengaruhi Efek

Komunikasi massa mempunyai efek itu tidak bisa dibantah. Wujud efek bisa terwujud tiga hal:
Ø  efek kognitif (pengetahuan)
Ø  afektif (emosional dan perasaan)
Ø  behavioral (perubahan dan perilaku)

            Dalam perkembangan komunikasi kontemporer saat ini, sebenarnya proses pengaruh (munculnya efek kognitif, afektif, dan behavioral) tidak bisa berdiri sendiri. Dengan kata lain. Ada beberapa faktor yang ikut memengaruhi proses penerimaan pesan. Jadi, pesan itu tidak langsung mengenai individu, tetapi “disaring”, dipikirkan, dan dipertimbangkan, apakah seorang mau menerimapesan-pesan media massa itu atau tidak. Faktor-faktor inilah yang ikut menjadi penentu besar tidaknya faktor efekyang dilakukan media massa.[4]
Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.[5]

1.      Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
            Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
            Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
            Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
            Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral.[6]

2.      Efek Afektif
            Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.
  1. Suasana emosional
            Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.
2.      Skema kognitif
            Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, pasti akan tertolong juga.
3.      Situasi terpaan (setting of exposure)
            Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respon.
4.      Faktor predisposisi individual
            Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.

3.      Efek Behavioral
            Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
            Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
            Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
            Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses:
·         proses perhatian
·         proses pengingatan (retention)
·         proses reproduksi
·         motorisproses motivasional.
            Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita. Bila peristiwa itu sudah diamanati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru paham mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan.
            Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
            Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati.  Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan.
Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak:
v  peneguhan eksternal
v  peneguhan gantian (vicarious reinforcement)
v  peneguhan diri (self reinforcement).

            Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kita atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
            Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.
            Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.

Bab III
Kesimpulan

Efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa. Efek Media Massa Dapat dilihat dari 3 pendekatan[7]:
ü  Efek Kehadiran Media Massa:
·         -Efek Ekonomi,
·         Efek Sosial
·         Penjadwalan kegiatan sehari-hari
·         Efek hilangnya perasaan tidak nyaman
·         Efek menumbuhkan perasaan tertentu
ü  Efek Pesan:
·         Efek Kognitif
·         Efek Afektif
·         Efek Behavioral
ü  Observasi Terhadap Khalayak (invidu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa)
·        DAMPAK SOSIAL MEDIA MASSA- Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan. Media massa secara instant dapat membentuk kristalisasi opini publik untuk melakukan tindakan tertentu. Kadang-kadang kekuatan media massa hanya sampai ranah sikap (agee. 2001:24-250) Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa terhadap pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang


Daftar Pustaka

Nurudin. 2011.  Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers, 2006

1 komentar:

  1. aku juga dapat tugas Dari Ust. Alim.halo salamkenal.nama saya Ashlih. saya juga mahasiswa STAIL. angkatan tahun 2014 dan insha Allah lulus tahun 2018 nanti. saya jurusan dakwah juga.dapat tugas yang sama ,pingin copas tapi takut ketahuan heheh

    BalasHapus